NUSAKATA.COM – Bulan Sya’ban memiliki keutamaan tersendiri karena terletak di antara bulan suci Rajab dan Ramadhan. Di bulan ini, amal perbuatan manusia dinaikkan ke hadapan Allah setahun sekali, dan Nabi ﷺ juga memperbanyak puasa sunnahnya. Seperti dinyatakan dalam hadits:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
yang artinya, “Bulan Sya’ban adalah saat ketika manusia lalai; di bulan ini, amal perbuatan dikirimkan kepada Allah, Rabb semesta alam, sehingga aku memilih untuk berpuasa ketika amalku diangkat.” (HR. Nasa’i no. 2317, Ahmad no. Hadits 20.578; Ibnu Hajar dalam Fath al Bari menyebutkan hadits ini telah disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Keutamaan Nisfu Sya’ban
Nisfu Sya’ban, yaitu pertengahan bulan (tanggal 15), dipandang berbeda oleh para ulama. Sebagian menyatakan bahwa malam tersebut tidak memiliki keistimewaan khusus karena hadits-hadits pendukungnya dianggap lemah atau bahkan palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Arabi rahimahullah:
“Tidak ada tentang malam Nisfu Sya’ban satu hadits pun yang layak untuk didengarkan.”
Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam ini memiliki kelebihan tersendiri. Di antaranya terdapat hadits dengan redaksi sebagai berikut:
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
yang bermakna, “Allah, Yang Maha Agung, mendatangi makhluk-Nya pada malam pertengahan Sya’ban dan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua golongan: orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Versi lain menyebutkan bahwa Allah mengampuni seluruh makhluk kecuali bagi yang musyrik atau yang menyebarkan permusuhan di antara umat Islam.
Adapun status hadits ini diperdebatkan; beberapa ulama seperti al Imam Adz Dzahabi, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Syaibah menganggapnya lemah, sementara ulama lain seperti Al Haitsami dan Imam Baihaqi menganggap sanadnya dapat diterima. Bahkan Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menjelaskan bahwa ada hadits dan atsar yang menunjukkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban, sehingga sebagian ulama salaf menganjurkan untuk mengerjakan shalat malam pada malam itu.
Hukum Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban dengan Ibadah Umum
Mayoritas ulama berpendapat bahwa melaksanakan ibadah umum di malam Nisfu Sya’ban—seperti shalat malam, membaca Qur’an, berdzikir, dan berdoa—adalah perbuatan yang dianjurkan (mandub). Al Imam Syafi’i pernah menyampaikan bahwa doa akan mustajabah pada empat malam: malam Jum’at, malam dua hari raya, malam awal Rajab, dan Nisfu Sya’ban.
Ibadah Berjama’ah di Malam Nisfu Sya’ban
Mengenai pelaksanaan ibadah secara berjama’ah pada malam tersebut, mayoritas ulama menganggap hal ini makruh. Beberapa ulama, seperti Imam Atha dan Ibnu Abi Mulaikah, bahkan menyebutnya sebagai bid’ah yang haram. Di sisi lain, ada juga ulama seperti Khalid bin Mi’dan, Luqman bin Amir, dan Imam Ghazali yang memperbolehkannya.
Amalan Ibadah Khusus pada Malam Nisfu Sya’ban
Sebagian besar mazhab ulama menegaskan bahwa tidak ada bentuk ibadah khusus yang dianjurkan pada malam Nisfu Sya’ban, misalnya shalat Raghaib atau dzikir tertentu. Dalam kitab Ihya Imam Ghazali terdapat beberapa ibadah khusus untuk malam tersebut, namun hal itu ditolak oleh para ulama, termasuk kalangan Syafi’iyyah.
Al Imam Nawawi menyatakan, “Dua shalat yang disebut dengan shalat raghaib—yaitu 12 rakaat pada Jumat pertama bulan Rajab dan 100 rakaat pada malam Nisfu Sya’ban—merupakan bid’ah yang tercela, karena tidak ada satupun riwayat dari Nabi ﷺ yang mendasarkannya.”
Ibnu Jauzi pun menegaskan bahwa shalat Raghaib adalah bentuk pemalsuan terhadap sunnah Rasulullah ﷺ dan tidak pernah diamalkan oleh para sahabat, tabi’in, maupun ulama terdahulu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga menolak pengumpulan jamaah untuk shalat 100 rakaat tersebut karena termasuk bid’ah yang tidak disunnahkan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, mayoritas ulama memperbolehkan pelaksanaan ibadah umum di malam Nisfu Sya’ban tanpa mengkhususkan amalan tertentu. Namun, menciptakan suatu bentuk ibadah atau bacaan khusus, terutama jika dilakukan secara berjama’ah, tidak diperkenankan.