NUSAKATA.COM – KH Mas Abdurrahman merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan Nahdlatul Ulama (NU) di Banten. Perannya yang besar membuat Muktamar NU ke-13 diselenggarakan di Menes, Banten, pada 12 Juli 1938. Menes sendiri adalah sebuah kota kecil di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Islam di Indonesia.
NU pertama kali menggelar muktamar pada 21-23 September 1926 di Hotel Muslimin, Jalan Peneleh, Surabaya, delapan bulan setelah organisasi ini didirikan.
Acara ini dihadiri oleh 93 kiai terkemuka dari berbagai daerah di Jawa dan Madura, termasuk KH Nawawie Sidogiri Pasuruan, KH Doro Muntaha Bangkalan, KH Ridwan Abdullah, KH R. Asnawi Kudus, KH Djubeir, KH Faqih Maskumambang Gresik, KH Mohammad Ma’roef Kedung Kediri, serta KH Mas Abdurrahman dari Menes, Banten.
Pada Muktamar ketiga yang digelar pada 28-30 September 1928, NU mengalami pertumbuhan pesat. Acara ini dihadiri oleh 260 kiai dari berbagai cabang di Jawa dan Madura. Antusiasme masyarakat begitu tinggi, dengan kehadiran para saudagar, petani, buruh, pemuda Nahdliyin, dan santri senior dari berbagai pesantren.
Muktamirin (peserta muktamar) dibagi menjadi tujuh majelis, masing-masing dipimpin oleh seorang kiai senior dan didampingi dua sekretaris. Isu-isu yang dibahas berasal dari berbagai cabang dan diajukan kepada Hoofd Bestuur (Pengurus Besar) untuk ditindaklanjuti.
Dalam buku Peletak Dasar Tradisi Berpolitik NU karya Safrizal Rambe (Madani Institute, 2020), disebutkan bahwa Muktamar ini juga menjadi ajang penyegaran kepengurusan NU. Jumlah pengurus bertambah dari 46 menjadi 51 orang. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tetap menjabat sebagai Rais Akbar, sedangkan Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah.
Beberapa perubahan terjadi dalam komposisi Mustasyar, termasuk masuknya Syekh Abdul ‘Alim Ash-Shiddiqi dari India, KH Mas Abdurrahman dari Banten, KH Zuhdi Pekalongan, dan KH Abbas Pekalongan. KH Wahab Chasbullah yang sebelumnya menjabat Katib Syuriah beralih menjadi Mustasyar.
Di Banten, NU mendapat dukungan dari Mathla’ul Anwar, organisasi pendidikan Islam yang didirikan KH Mas Abdurrahman pada 1916. KH Mas Abdurrahman adalah salah satu murid Syekh Nawawi al-Bantani di Makkah, bersama dengan KH Hasyim Asy’ari. Kedekatan ini membuatnya, bersama KH Entol Muhammad Yasin, memutuskan bergabung dengan NU dan menghadiri Muktamar ketiga dan keempat.
Pada Muktamar keempat di Semarang tahun 1929, utusan dari wilayah Jawa bagian barat hadir, meskipun Banten saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. KH Mas Abdurrahman datang bersama KH Abdul Latief Cibeber dan KH Abdul Aziz Cilegon.
Menurut tulisan Abdullah Alawi dalam NU Online, ada semangat besar dari Cabang NU Pandeglang dalam menyambut Muktamar ini. Mereka bahkan mengajukan voorstel (usulan) agar NU membentuk Departemen Pengajaran untuk mengatur sistem pendidikan madrasah.
Ketokohan KH Mas Abdurrahman di Banten semakin diakui ketika Muktamar NU ke-13 diselenggarakan di Menes pada 12 Juli 1938. Selain beliau, tokoh-tokoh lain seperti KH Entol Muhammad Yasin, KH Abdul Latief Cibeber, dan KH Abdul Aziz Cilegon juga memiliki peran besar dalam perkembangan dakwah NU di Banten.
Mereka tidak hanya berjuang menyebarkan Islam, tetapi juga berperan aktif dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda demi kemerdekaan Indonesia.