Lembaga Kadi membuat mapan pada abad 17 di kesultanan banten dan Kerajaan Aceh. Tak hanya memberi legitimasi dan nasehat kepada sultan, para kadi juga menjalankan hukum Islam di kesultanan. Kadi di banten sultan hasanudin I dan Aceh mulai berdiri pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Kesultanan Banten juga memiliki lembaga Syaikhul Islam yang berada langsung di bawah sultan. Lembaga ini mempengaruhi kebijakan raja dalam masalah sosial dan politik.
Mereka membonsai ulama peran politik karena mereka merupakan kelompok elit agama yang memiliki “kharisma tradisional” (ini istilah Max Weber) yang mampu memobilisasi massa untuk melawan pemerintah kolonial sehingga berpotensi menciptakan kekacauan sosial-politik.
Sejarah mencatat, sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20 memang telah bermunculan agitasi militan terhadap Belanda yang didukung para elit agama (kiai, haji, guru, dlsb). Mereka berhasil meningkatkan pengaruhnya terhadap masyarakat petani, sementara lembaga keagamaan seperti pondok pesantren dijadikan instrumen yang efektif bagi kampanye politik dalam melawan penguasa kolonial. Sikap penentang para ulama dan elit agama atas Belanda itu ada yang berbentuk perang terbuka seperti “Perang Jawa” (1820–1825) atu Pemberontakan Petani Banten tahun 1888. Adapula yang berbentuk “perang terselubung” (protes diam)
Di akhir kesultanan banten karena tidak ada lagi sultan banten lama yang di akui rakyat akibat kesultanan banten di kuasai kolonial (1803), akhirnya kepercayaan rakyat banten untuk memimpin banten pakidulan adalah ulama, dan banten lama ditugaskan ulama-ulama banten pakidulan seorang ulama sebagai penghulu agar eksistensi banten lama sebagai ikon Sultan Banten Tetap ada.
Penghulu bantenlah Pemimpin yang di akui dibanten lama sejak ( 1803 – BUBAR NYA KESULTANAN BANTEN 1850AN )
Penulis : Heryadi bin Syarifudin