PANDEGLANG ,-Aktivis demokrasi sekaligus praktisi media, Rozali Ahmad, menegaskan bahwa anak-anak muda membutuhkan ruang demokrasi yang sehat.
Menurutnya, secara umum demokrasi yang sehat meliputi partisipasi warga negara, kebebasan berpendapat, perlindungan hak asasi manusia, pemilihan yang adil, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan.
Pernyataan tersebut disampaikan Rozali, sapaan akrab Rozali Ahmad, saat menjadi narasumber pada kegiatan Diskusi Publik dengan tema Politik Anak Muda dan Ilusi Demokrasi yang digelar Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten di Saketi, Pandeglang, Banten, Jumat (22/12/2023) sakit.
“Demokrasi yang sehat sangat penting bagi anak muda, untuk membangun ketatanegaraan bangsa ini,” ujar Rozali.
Selama ini, lanjut Rozali, demokrasi Indonesia masih berjalan secara normatif. Belum menyentuh persoalan substansi.
Bahkan data Indeks Demokrasi yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU) 2022, menyebut indeks demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed Democrat), skornya berfluktuasi. Sempat mencapai 7,03 pada tahun 2015 dan data terakhir mencapai 6,71 pada tahun 2022.
Rozali menegaskan bahwa untuk mewujudkan demokrasi yang sehat, setiap warga bangsa, terutama anak muda harus memahami etika budaya demokrasi serta menaati konstitusi negara.
“Misalnya pada Pemilu 2024 ini. MK yang mengabulkan batas usia capres di bawah 40 tahun, yang diduga mengarah pada upaya meloloskan Gibran sebagai cawapres, adalah peristiwa yang sangat memalukan. Kenapa? Karena berpotensi membuat demokrasi kita tidak sehat,” ujarnya.
Rozali menuturkan, Indonesia adalah negara hukum, namun bukan berarti hukum dan aturan yang sudah ada diotak-atik untuk memuluskan kepentingan segelintir orang.
“Ini mungkin bisa merusak demokrasi kita, ketika hukum diotak-atik untuk kepentingan kekuasaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Rozali mendorong anak-anak muda untuk belajar dari para pendiri bangsa yang membangun bangsa ini melalui pemilihan yang adil, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan. Jangan malah sebaliknya, anak muda justru melanggar setiap konstitusi dan etika demokrasi yang ada.
Di tempat yang sama, Aktivis Perempuan Vina Amanda mengatakan, peran kaum muda secara tidak langsung selalu menjadi ujung tombak dalam sebuah pesta demokrasi, khususnya untuk pemilu 2024.
Di sini lah, alam demokrasi Indonesia diuji. Sejauh mana anak-anak muda tersebut memainkan peran itu dengan tidak melanggar aturan yang ada.
“Dan kita tahu bahwa dalam perjalanannya, kaum muda berjalan diiringi ilusi demokrasi. Demokrasi Indonesia mengalami fase pasang surut yang salah satunya disebabkan oleh oligarki politik yang ada,” tuturnya.