Menu

Mode Gelap
 

Bedah Dampak LGBT di Lingkungan Pendidikan dalam Perspektif Islam

- Nusanews.co

26 Nov 2024 12:26 WIB


					Foto : Refaldi Hendrika Bayu Putra dan aktivis mahasiswa dalam kegiatan diskusi soal LGBT di indonesia (Istimewa) Perbesar

Foto : Refaldi Hendrika Bayu Putra dan aktivis mahasiswa dalam kegiatan diskusi soal LGBT di indonesia (Istimewa)

Nusakata.com – Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, terdapat norma dan aturan yang seharusnya kita patuhi untuk menjaga ketertiban, keharmonisan, dan kesejahteraan bersama.

Namun, pada kenyataannya, masih banyak individu yang melanggar norma-norma tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang berpotensi menyebabkan kerusakan sosial dan merusak tatanan moral masyarakat. Salah satu fenomena yang semakin marak dan menjadi perhatian publik saat ini adalah perilaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), yang kini tidak hanya muncul sebagai masalah pribadi tetapi juga sebagai isu sosial yang semakin terbuka di berbagai kalangan.

Fenomena LGBT di lingkungan pendidikan, khususnya di kampus, menjadi sebuah tantangan serius yang memerlukan perhatian kita bersama. Kampus seharusnya menjadi tempat untuk membentuk karakter moral dan intelektual mahasiswa, memberikan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga memperkenalkan nilai-nilai etika dan agama yang menjadi dasar dalam kehidupan sosial.

Namun, belakangan ini, fenomena LGBT malah semakin diperbincangkan dan diterima dalam kalangan tertentu, yang bisa mengganggu keseimbangan moral dan etika di lingkungan pendidikan.

Penyimpangan perilaku seksual seperti LGBT bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sebagai “perbedaan” atau “kebebasan berekspresi“. Ini lebih merupakan sebuah penyimpangan dari norma yang ada, baik dalam perspektif agama maupun sosial. Seperti yang kita ketahui, ada berbagai faktor yang dapat memengaruhi seseorang untuk terlibat dalam perilaku LGBT. Salah satu faktor utama adalah gangguan psikologis, seperti trauma masa kecil, kekerasan seksual, atau pengabaian yang bisa mengubah persepsi seseorang tentang identitas gender dan orientasi seksualnya.

Ketika seorang individu mengalami trauma atau pengabaian pada masa kecil, hal ini bisa menyebabkan gangguan dalam perkembangan identitas seksualnya, yang kemudian berujung pada penyimpangan perilaku seperti transvestisme atau homoseksualitas.

Selain itu, lingkungan sosial dan budaya juga memainkan peran besar dalam membentuk orientasi seksual seseorang. Dalam masyarakat yang semakin terbuka dan menerima berbagai bentuk kebebasan berekspresi, individu yang terpengaruh oleh budaya pop, media sosial, atau kelompok-kelompok yang mendukung LGBT, sering kali merasa terdesak untuk mengidentifikasi diri mereka dengan orientasi seksual yang berbeda.

Beberapa orang mungkin melihat perilaku tersebut sebagai bagian dari kebebasan pribadi yang harus dihormati tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap moral dan tatanan sosial yang lebih luas.

Meskipun beberapa studi mencoba mencari kaitan antara faktor biologis seperti pengaruh hormon yang hingga saat ini tetap menjadi perdebatan di kalangan para ilmuwan, dan tidak ada konsensus yang sepenuhnya membenarkan bahwa orientasi seksual dapat sepenuhnya dijelaskan oleh faktor biologis.

Banyak peneliti juga berpendapat bahwa faktor sosial, psikologis, dan lingkungan lebih dominan dalam memengaruhi perilaku seksual seseorang.

Dalam perspektif Islam, khususnya menurut ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja), setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan fitrahnya, yaitu sebagai laki-laki dan perempuan dengan peran yang jelas dalam kehidupan ini.

Setiap usaha untuk mengubah atau mengabaikan kodrat tersebut, seperti perilaku homoseksual atau transgender, jelas bertentangan dengan ajaran agama.

Rasulullah SAW dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari menegaskan:

“Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari no. 5885)

Hadits ini secara tegas menunjukkan bahwa Islam melarang setiap bentuk penyimpangan dari fitrah penciptaan, baik dalam hal fisik maupun perilaku. Hal ini juga sesuai dengan pandangan fiqh Islam, di mana para ulama dari berbagai madzhab—Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali—sepakat bahwa homoseksualitas adalah haram dan perilaku seperti itu tidak sesuai dengan tuntunan syariat.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga mengecam perilaku kaum Nabi Luth yang terlibat dalam homoseksualitas, dan menghukum mereka dengan azab yang berat sebagai pelajaran bagi umat manusia:

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), yang tidak pernah dikerjakan oleh seorang pun di dunia ini sebelum kalian?’” (QS. Al-A’raf: 80-81) .

Ayat ini menunjukkan bahwa tindakan menyimpang seperti homoseksualitas adalah perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh umat manusia sebelumnya, dan merupakan pelanggaran besar terhadap hukum Tuhan.

Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, LGBT tidak hanya dianggap sebagai penyimpangan sosial, tetapi juga pelanggaran terhadap fitrah manusia yang harus dihindari oleh setiap Muslim.

Terkait dengan fenomena LGBT di kampus, yang seharusnya menjadi lembaga pendidikan, perlu adanya pendekatan yang tidak hanya sekadar mengkritik, tetapi juga memberikan solusi yang konstruktif.

Kampus harus menjadi tempat di mana nilai-nilai moral dan agama dapat ditanamkan dengan baik.

Salah satu solusi yang bisa diambil adalah dengan menyediakan pendampingan psikologis atau bimbingan konseling bagi mahasiswa yang terlibat dalam perilaku LGBT. Banyak di antara mereka yang terlibat dalam perilaku ini kemungkinan besar mengalami gangguan psikologis atau trauma emosional yang mendalam.

Oleh karena itu, pendekatan yang berbasis pada dukungan psikologis sangat penting untuk membantu mereka kembali memahami dan menerima identitas diri mereka sesuai dengan fitrah penciptaan yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Selain itu, kampus juga perlu menyelenggarakan pendidikan karakter yang berbasis pada nilai-nilai agama dan moral untuk membentuk kesadaran mahasiswa tentang pentingnya menjaga kesucian diri dan moralitas sosial.

Dalam menanggapi fenomena LGBT, kita sebagai mahasiswa harus bersikap tegas dan jelas.

Penolakan terhadap LGBT adalah kewajiban bagi seluruh kader PMII, karena perilaku ini bertentangan dengan norma agama dan moral. Menyatakan penolakan bukan berarti kita menutup ruang untuk berempati, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk menjaga nilai-nilai agama dan etika yang harus dijunjung tinggi.

Sebagai umat Islam, kita harus menegakkan kebenaran dan menanggapi penyimpangan ini dengan tegas.

Namun, penolakan ini harus diiringi dengan pendampingan psikologis bagi mereka yang terlibat dalam perilaku tersebut. Banyak dari mereka mungkin menghadapi gangguan psikologis atau trauma yang perlu diselesaikan dengan cara yang bijaksana. Oleh karena itu, kampus harus menyediakan layanan bimbingan konseling yang dapat membantu mereka mengatasi masalah tersebut dan kembali pada fitrah penciptaan mereka.

Kampus bukan hanya tempat untuk mencari ilmu, tetapi juga untuk membentuk karakter dan moral mahasiswa. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, jauh dari penyimpangan seperti LGBT, dan membimbing mahasiswa untuk menjalani kehidupan sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Kampus harus menjadi tempat yang mendidik tidak hanya secara akademis, tetapi juga membentuk pribadi yang bermoral dan berakhlak mulia.

 

Penulis : Refaldi Hendrika Bayu Putra

Baca Lainnya

Perserang Kunci Posisi Kedua di Playoff Degradasi PNM Liga Nusantara 2024/2025, Persipasi Terdegradasi

12 February 2025 - 05:00 WIB

Babinsa Koramil 0602-09/Cikeusal Gelar Sosialisasi Di Sekolah Dasar Negeri 1 Cikasap

11 February 2025 - 22:23 WIB

2,1 Juta Tenaga Kerja Kontruksi Akan Kena PHK

11 February 2025 - 10:21 WIB

Kekayaan Andra Soni Jauh di Bawah Lima Kepala Dinas di Banten, Ini Daftarnya

11 February 2025 - 09:55 WIB

Cara Mahasiswa KKN IAIN Langsa Kreativitaskan Siswa SD Negeri Desa Sei Meran Dengan Menggambar

11 February 2025 - 08:00 WIB

Pramoedya dan Gebar: Kata, Warna, dan Nyala Perlawanan

10 February 2025 - 23:25 WIB

Trending di Daerah