NUSAKATA.COM – Sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @berita_kriminal_sumut ramai diperbincangkan warganet.
Dalam video tersebut, seorang pria berpakaian batik lengan panjang mengungkapkan keresahannya terkait kebijakan penyedia layanan internet seluler di Indonesia, khususnya soal kuota internet yang hangus meski sudah dibayar.
Menurut pria tersebut, sejak tahun 2009 terdapat kebijakan tak tertulis dari sejumlah operator seluler terkait sistem penggunaan kuota internet. Ia menyebutkan bahwa kuota internet yang tidak terpakai dalam masa aktif paket, akan hangus begitu saja.
“Misalnya kita beli kuota Telkomsel 100GB untuk 30 hari seharga Rp150.000 atau Rp200.000, tergantung jenis paket. Tapi pas masuk hari ke-30 lewat tengah malam, sisa kuota kita yang mungkin masih 20–30GB langsung hangus,” ujar pria tersebut dalam video berdurasi sekitar dua menit itu.
Ia mempertanyakan ke mana perginya sisa kuota yang sudah dibayar, dan menganggap praktik tersebut merugikan konsumen.
“Pertanyaannya sederhana, ke mana larinya sisa kuota yang kita sudah bayar itu? Bukankah seharusnya bisa diakumulasikan ke bulan berikutnya atau ke paket selanjutnya?”
Lebih lanjut, ia menyinggung pembagian kuota yang dinilai manipulatif. Misalnya, dalam satu paket 10GB, konsumen hanya bisa menggunakan 2GB secara bebas, sementara sisanya dipecah menjadi kuota malam, kuota lokal, kuota aplikasi, dan sebagainya.
“Ini termasuk manipulasi digital. Kita disuruh beli kucing dalam karung. Kuota dibalut istilah marketing, tapi hak konsumen dikaburkan,” tambahnya.
Dalam pernyataannya, ia juga mengutip data dari sejumlah pengamat yang menyebutkan bahwa potensi kerugian akibat praktik “penghangusan kuota” ini mencapai Rp63 triliun per tahun.
“Duit itu lenyap ke awan. Ia berputar-putar, tapi tidak kembali ke kantong kita sebagai pembeli,” tegasnya.
Di akhir video, ia menyerukan agar negara hadir melindungi rakyat dari praktik yang ia sebut sebagai “pemerasan digital”, serta mendorong regulasi agar sisa kuota bisa dipakai kembali atau dikonversi dalam bentuk lain.
“Sudah saatnya negara hadir. Jangan biarkan konsumen terus dirugikan,” pungkasnya.
Unggahan ini menuai banyak komentar dari warganet yang mengaku mengalami hal serupa. Seruan untuk transparansi dan perlindungan konsumen di era digital pun kembali mencuat.***