NUSAKATA.COM – Memasuki pertengahan Ramadan, tepat pada hari ke-15 puasa, warga Kampung Karyamulya di Desa Pasireurih, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang, Banten, mengadakan tradisi qunutan dengan menyajikan hidangan khas berupa ketupat dan lepat (leupeut).
Tradisi ini merupakan ungkapan syukur umat Islam karena telah berhasil menjalankan puasa setengah bulan, sekaligus menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga.
Setiap keluarga menyiapkan ketupat di rumah mereka yang kemudian dibawa ke masjid. Sebelum pelaksanaan salat terawih, ketupat tersebut juga dibagikan kepada sesama warga.
Pelaksanaan tradisi ngupat atau qunutan yang sudah diwariskan turun-temurun dimulai sesaat setelah sahur, sekitar pukul 04.00 WIB. Warga menyiapkan cangkang ketupat yang terbuat dari daun kelapa muda dan mengisinya dengan beras.
Kemudian, pada pukul 07.00 WIB, puluhan kantong ketupat direbus menggunakan wajan besar di atas tungku yang menggunakan kayu bakar.
Metode perebusan ini memberikan cita rasa khas sehingga ketupat terasa lebih lezat dan memiliki ketahanan yang lebih lama.
Salah satu warga, Enah, menjelaskan bahwa ketupat yang telah dimasak dibawa ke masjid untuk didoakan sebelum salat terawih.
Setelah itu, ketupat disalurkan kepada warga sekitar dan sebagian lagi diberikan kepada sanak saudara serta tetangga.
“Dibawa ke masjid untuk didoakan, lalu disedekahkan kepada warga sekitar dan dibagikan ke saudara,” ujar Enah saat ditemui di rumahnya pada Sabtu (15/3/2025).
Enah menambahkan bahwa tradisi qunutan ini telah ada sejak zaman nenek moyangnya dan masih terus dilestarikan hingga saat ini.
Ia juga menyebutkan bahwa ketupat biasanya disajikan bersama sayur, sambal, dan bumbu kacang, sehingga semakin nikmat disantap bersama keluarga.
“Ketupat dengan kuah sayur dan sambal kacang, rasanya lebih enak,” pungkasnya.
Dengan demikian, tradisi qunutan tidak hanya menjadi wujud syukur atas keberhasilan menjalankan puasa, tetapi juga berperan dalam menjaga kehangatan dan kebersamaan antarwarga. ***