NUSAKATA.COM – Warga Terdampak Minta Ganti Rugi: Proyek Tol Sudah hampir tiga tahun Proyek Strategis Nasional pembangunan Tol Serang–Panimbang seksi III (Cileles–Panimbang) berlangsung.
Namun, warga Kecamatan Panimbang masih mengeluhkan kerugian akibat dampak proyek yang dikerjakan oleh konsorsium PP, AK, WSKT, dan MWT KSO. Sabtu, 31 Mei 2025.
Seorang warga bernama RD, pemilik rumah kontrakan di Kampung 6, Desa Gombong, mengaku dirugikan oleh proyek tersebut.
“Saya sudah beberapa kali meminta pertanggungjawaban kepada pihak PP, AK, WSKT, KSO sebagai pelaksana proyek, tapi jawabannya selalu ditunda. Sejak proyek ini berjalan, saya tidak berani menyewakan rumah karena getaran dari alat berat dan pemancangan menyebabkan dinding rumah retak dan mulai rusak,” ujarnya.
RD berharap pihak proyek segera bertanggung jawab. Ia memperingatkan, bila tidak ada tindak lanjut, bukan tidak mungkin warga lain akan mendatangi kantor KSO di Jl. Raya Panimbang/Teluklada, Kampung Soge.
Sementara itu, seorang mantan anggota tim KSO, yang dikenal dengan inisial R, mengatakan, ia tidak tahu menahu soal ganti rugi, karena kondisi di internal PP, AK, WSKT, dan KSO sedang tidak baik. Banyak tim, termasuk keamanan, diberhentikan tanpa kejelasan dan belum dibayar.
“Jadi maaf, bukan tidak peduli pada warga, tapi kami sendiri juga sedang kesulitan. Silakan langsung ke kantor KSO saja,” Imbuhnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Gombong, Mamad, menjelaskan bahwa sebelum proyek berjalan, sudah dilakukan sosialisasi. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa rumah warga yang terdampak pemancangan dan pembangunan akan mendapatkan kompensasi.
“Dalam musyawarah yang dihadiri pihak perusahaan KSO, konsorsium pelaksana, pihak kecamatan, dan desa, disampaikan bahwa jika ada rumah rusak berat akan dibangun kembali, dan jika rusaknya ringan akan diperbaiki. Tapi bentuk kompensasinya tidak dijelaskan, apakah berupa uang atau perbaikan langsung,” jelasnya.
Namun, Mamad menyayangkan tidak adanya berita acara atau dokumen resmi yang mengikat kesepakatan tersebut.
“Sampai saat ini belum ada kejelasan apakah warga terdampak sudah menerima kompensasi atau belum, karena tidak ada koordinasi lebih lanjut dengan desa. Padahal, warga yang diajak musyawarah di awal kini tidak tahu harus menagih ke mana.”
Ia menegaskan bahwa perusahaan harus peduli pada masyarakat. “Tidak semua warga yang tinggal dekat proyek mendapat pembebasan lahan, sebagian hanya terdampak, baik secara fisik maupun psikis. Mereka tetap layak diperhatikan.”
Lebih lanjut, Mamad mengungkapkan bahwa proyek tampak stagnan dalam beberapa bulan terakhir, dan masih banyak bidang tanah serta fasilitas umum seperti tempat ibadah yang belum dibayar atau dibangun kembali.
“Kemarin saat salat Jumat, kami sedih melihat bangunan masjid yang sudah lapuk, atapnya bocor dan air masuk ke dalam. Saya menyampaikan hal ini kepada media agar bisa jadi jembatan untuk membantu masyarakat,” pungkasnya. (Irgi)