NUSAKATA.COM – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia secara resmi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Mahkamah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bonnie Triyana, Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya, dan DPP PDIP.
Putusan dengan nomor 858 K/Pdt.Sus-Parpol/2025 itu menegaskan bahwa putusan pengadilan sebelumnya tetap sah dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Dalam amar putusannya, MA menolak seluruh permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara sebesar Rp500.000 kepada para pemohon.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka pada 25 September 2025 oleh Ketua Majelis Hakim Prof. Dr. H. Hamdi, S.H., M.Hum., didampingi anggota majelis Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum., dan Dr. Lucas Prakoso, S.H., M.Hum.
King Badak: Semua Harus Patuh pada Hukum
Menanggapi keputusan itu, Ketua Umum Badak Banten Perjuangan (BBP) H. Eli Sahroni atau yang akrab disapa King Badak, menegaskan bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat sehingga seluruh pihak wajib menaati keputusan hukum tersebut.
“Putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap. Hukum tertinggi telah berbicara. Semua pihak, termasuk Bonnie Triyana dan Mahkamah PDIP, harus tunduk pada keputusan ini,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
King Badak juga menyoroti posisi Bonnie Triyana yang masih menjabat sebagai anggota DPR RI dari Dapil Banten I (Lebak–Pandeglang). Ia menyebut status tersebut secara hukum gugur setelah adanya putusan MA.
“Negara ini berdiri di atas hukum. Tidak ada yang kebal, termasuk pejabat publik. Bila Mahkamah Agung sudah memutus, maka itulah hukum tertinggi yang wajib dihormati,” tegasnya.
Dalam perkara ini, Politisi PDIP yang kini menjabat sebagai Bupati Lebak, Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya, turut menjadi salah satu pemohon kasasi bersama Bonnie Triyana dan Mahkamah Partai PDIP.
Menurut King Badak, Hasbi merupakan tokoh penting dalam dinamika internal PDIP, terutama terkait keputusan partai yang menggugurkan caleg peraih suara terbanyak, Tia Rahmania.
“Kita tidak menutup mata bahwa politisi PDIP yang kini menjadi Bupati Lebak memiliki pengaruh besar dalam pemecatan Tia Rahmania dari PDIP. Namun dalam hukum, semua orang memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi dari putusan Mahkamah Agung,” jelasnya.
King Badak menilai kekalahan Mahkamah PDIP di tingkat kasasi menjadi momentum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pemecatan Tia Rahmania untuk bersikap ksatria dan menerima kenyataan hukum.
Kasus ini bermula dari gugatan Tia Rahmania, caleg DPR RI dari PDIP Dapil Banten I (Lebak–Pandeglang) yang meraih suara terbanyak pada Pemilu 2024. Namun, Mahkamah Partai PDIP memecatnya dengan tuduhan penggelembungan suara dan menggantinya dengan Bonnie Triyana.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusan No. 603/PDT.SUS.PARPOL.PN JKT.PUS memenangkan gugatan Tia, yang kemudian dikuatkan hingga tingkat Mahkamah Agung.
Dengan demikian, posisi hukum Tia Rahmania kini sah, sementara keputusan yang menyingkirkannya dinyatakan tidak memiliki dasar hukum.
King Badak menyatakan pihaknya akan memantau langkah PDIP dalam menindaklanjuti putusan MA tersebut. Jika dalam dua pekan ke depan tidak ada tindakan dari DPP PDIP, pihaknya berencana menggelar aksi damai di depan kantor pusat PDIP di Jakarta.
“Kami akan langsung menyampaikan kepada Ibu Megawati Soekarnoputri bahwa pengangkatan Bonnie Triyana adalah keputusan yang keliru dan dipengaruhi oleh oknum elit yang berpihak,” ungkapnya.
Ia menegaskan, gerakan ini bukan manuver politik, melainkan suara murni masyarakat akar rumput di Lebak–Pandeglang.
“Tia Rahmania telah berjuang keras membesarkan partai dan memperoleh suara terbanyak. Namun, justru dianulir. Ini mencederai rasa keadilan rakyat Banten,” tegas King Badak.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar PDIP menjunjung tinggi supremasi hukum dan keadilan rakyat.
“Kami percaya Ibu Megawati adalah negarawan sejati, dan PDIP sebagai partai wong cilik harus menegakkan demokrasi dan hukum. Sudah sepatutnya partai menunjukkan bahwa hukum tetap menjadi panglima,” pungkasnya.