Menu

Mode Gelap
 

Sekolah Rakyat, Harapan Baru Untuk Lebih Dari 60 Persen Penduduk Indonesia

- Nusakata

12 May 2025 17:14 WIB


					Photo: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya, dosen Ekonomi Makro, Pegiat Pendidikan dan Kesehatan Mental (Foto: dok pribadi). Perbesar

Photo: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya, dosen Ekonomi Makro, Pegiat Pendidikan dan Kesehatan Mental (Foto: dok pribadi).

NUSAKATA.COM –  Pada awal April 2025, Bank Dunia mengungkapkan bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskian. Dalam laporannya melalui Macro Proverty Outlook, jumlah penduduk Indonesia adalah 285,1 juta. Sehingga angka garis kemiskinan 60,3 persen tersebut setara dengan 171,8 juta jiwa.

Dalam pengukurannya, Bank Dunia menggunakan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas. Nilai tolok ukurnya adalah pengeluaran US$6,85 per hari. Posisi Indonesia menempati urutan persentase penduduk termiskin kedua di Asia Tenggara. Tepatnya setelah Laos di urutan pertama dengan penduduk miskin sebesar 68,9 persen.

Sebagai tambahan informasi, Bank Dunia tidak memasukkan data kemiskinan di Kamboja dan Myanmar. Angka kemiskinan Indonesia jauh lebih tinggi dari Malaysia 1,3 persen, Thailand 7,1 pesen, dan Vietnam sebesar 18,2 persen.

Informasi mengenai tingginya angka kemiskinan di Indonesia sebetulnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 bahwa 82,28 persen (230,88 juta jiwa) masyarakat hidup dalam kategori kelompok di bawah kelas menengah. Adapun rinciannya dikategorikan dalam kelompok menuju kelas menengah 49,29 persen (138,31 juta jiwa), kelompok rentan miskin 24,42 persen (68,51 juta jiwa), dan kelompok miskin 8,57 persen (24,06 juta jiwa).

Sementara itu, penduduk kelas menengah ke atas di Indonesia hanya sebanyak 17,72 persen. Mereka terbagi atas kelompok kelas menengah 17,25 persen (48,41 juta jiwa), dan kelompok kelas atas 0,46 persen (1,29 juta jiwa).

 

Indikator Ekonomi Indonesia Tidak Meyakinkan

Mengutip rilis data perekonomian terbaru, data ekonomi Indonesia Kuartal I 2025 hanya mampu menghadirkan angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4,87 persen secara tahunan (yoy). Kondisi yang cukup mengkhawatirkan, karena menunjukkan perlambatan dibandingkan capaian Triwulan IV 2024 (5,02 persen yoy) maupun periode yang sama tahun lalu Triwulan I 2024 (5,11 persen yoy).

Bahkan, jika ditelisik lebih detail lagi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang sesungguhnya merupakan kunci kapasitas produktif masa depan pertumbuhannya menjadi hanya 2,12 persen. Capaian ini terjun bebas dari 5,03 persen yoy pada Triwulan IV 2024.

Mencermati kondisi ekonomi Indonesia terkini yang masih jauh dari pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dipatok Presiden Prabowo, maka detik ini masih belum pantas jikalau kita berandai-andai bahwa kelompok menuju kelas menengah akan berhasil naik kelas menjadi kelompok kelas menengah.

Malah bisa jadi kelompok tersebut ikut terjun bebas masuk kelompok di bawahnya. Jika tidak tertangani dengan tepat, maka visi Indonesia Emas 2045 hanyalah angan-angan belaka.

 

Ekonomi dan Keberpihakan Pada Sektor Pendidikan

Gary Becker, ilmuwan peraih Nobel Ekonomi, mengemukakan teori Human Capital yang menyatakan bahwa investasi dalam pendidikan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan individu. Menurutnya, pendidikan dianggap sebagai bentuk investasi dalam diri manusia yang akan memberikan return berupa peningkatan keterampilan, kemampuan bekerja, dan produktivitas.

Dalam pemikirannya, Becker, memandang ilmu ekonomi dapat berguna dalam pembuatan keputusan mengenai berbagai bidang kehidupan manusia. Ekonomi dapat dianalisa untuk diterapkan dalam bidang pendidikan, pernikahan, kesehatan, bahkan hukum dan perang.

Ia menilai pendidikan adalah investasi jangka panjang yang meningkatkan kapasitas produktif seseorang dan berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian, masyarakat yang memiliki akses terhadap pendidikan bermutu akan mampu keluar dari lingkaran kemiskinan karena memiliki modal untuk berpartisipasi dalam sektor ekonomi yang lebih produktif.

 

Sekolah Rakyat Hadirkan Harapan Baru

Di tengah tantangan ketimpangan pendidikan dan standar hidup dengan kemiskinan di atas 60 persen versi Bank Dunia, kehadiran program Sekolah Rakyat kini menjadi harapan baru di Indonesia.

Kabinet Merah Putih dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto akan menghadirkankannya dengan peluncuran perdana pada Juli 2025. Sesuai kalender pendidikan merupakan awal tahun ajaran 2025/2026. Sebuah program baru yang dirancang sebagai solusi konkret untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan iklusif dan berkualitas.

Berdasarkan informasi yang beredar, Sekolah Rakyat dari jenjang SD, SMP, dan SMA akan menerapkan standar nasional. Lalu, selain mata pelajaran formal, kurikulum juga akan menekankan pentingnya karakter, kepemimpinan, nasionalisme, dan keterampilan kecakapan hidup.

Diawali dengan menyasar kelompok keluarga miskin dan miskin ekstrim, Sekolah Rakyat akan dilengkapi fasilitas pendidikan gratis 100 persen, termasuk seragam, makan, dan asrama untuk tempat tinggal siswa.

Meskipun program ini sangat menjanjikan, implementasinya tentu tidak lepas dari tantangan. Kebutuhan akan guru berkualitas tinggi, kurikulum yang adaptif, pendidikan karakter yang sesuai kearifan lokal, serta dukungan infrastruktur yang memadai. Oleh karenanya, kolaborasi Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Pemerintah Daerah, serta lintas kementerian/lembaga lain merupakan penentu keberhasilannya.

Dengan komitmen kuat dari pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi aktif masyarakat, Sekolah Rakyat, menjadi upaya nyata wujudkan Indonesia Emas 2045 bukan mimpi belaka. Harapan baru untuk mampu membawa Indonesia memiliki tingkat kemiskinan di bawah 10 persen seperti yang sudah dicapai negara ASEAN lain yaitu Malaysia dan Thailand.

 

Penulis: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya. (Dosen Ekonomi Makro, Pegiat Pendidikan dan Kesehatan Mental Anak-Remaja).

Baca Lainnya

Hari Hak Asasi Manusia dan Realitas Kesetaraan yang Masih Jauh dari Harapan

10 December 2025 - 21:44 WIB

Dokter Langka, Rumah Sakit Jauh, Potret Krisis Kesehatan di Lebak

28 November 2025 - 01:04 WIB

Manipulasi Gerakan Radikalisme Menyusup Di Jiwa Idealisme

25 November 2025 - 18:54 WIB

Di Balik Senyum Anak Pedalaman, Ada Infrastruktur yang Gagal Dibangun

20 November 2025 - 13:57 WIB

Ketum PC PMII Kabupaten Serang Serukan Penolakan KUHP

19 November 2025 - 00:43 WIB

Perawat Tokoh Vital Dalam Mewujudkan Pembangunan Kesehatan Bangsa

12 November 2025 - 18:02 WIB

Trending di Opini