NUSAKATA.COM – Hamzah Sahal, Direktur NU Online sekaligus pendiri Alif.id, menyoroti pentingnya penguasaan bahasa Indonesia dalam kegiatan dakwah saat menjadi pemateri di Workshop Jurnalistik yang digelar di Aula Gedung An-Nawawi, Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri.
Ia mencontohkan bagaimana tokoh-tokoh besar seperti Gus Dur dan KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) bisa dikenal luas dan dakwah mereka diterima karena kemampuan mereka memahami dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
“Gus Dur bisa memahami situasi kebangsaan dari Aceh hingga Papua berkat literatur berbahasa Indonesia,” ungkapnya dalam acara yang dibagi dalam tiga sesi: pertama pukul 14.00–17.30, kedua pukul 20.00–23.00, dan sesi ketiga setelah salat Jumat hingga 17.15. Dilansir Jum’at, (13/6/2025).
Di hadapan sekitar 350 santri dari berbagai daerah, Hamzah menjelaskan bahwa menulis dalam bahasa Indonesia memiliki sanad (mata rantai keilmuan).
Ia menyebut KH. Mahfudz Shiddiq sebagai tokoh pertama yang menulis di majalah NU menggunakan bahasa Indonesia.
Mantan Kepala Litbang NU Online ini juga bercerita bahwa beberapa rekannya pernah mempertanyakan alasannya menulis buku-buku bergenre humor.
Ia menjawab bahwa berdakwah lewat bahasa Indonesia adalah bentuk hikmah, begitu pula menulis humor, meski bersumber dari cerita Israiliyyat atau kisah pasca Nabi Muhammad SAW, tetap bisa mengandung nilai-nilai yang bermanfaat.
Santri Antusias Diskusi Jurnalistik
Dalam sesi tanya jawab, para santri menunjukkan antusiasme tinggi. Mereka bertanya seputar teknik dan metode jurnalistik, termasuk bagaimana memahami dunia jurnalistik bagi santri yang belum akrab dengan teknologi dan media.
Salah satu santri menyinggung soal menulis humor dengan bertanya, “Jika bertemu orang fanatik, cukup diberi humor saja sudah cukup melumpuhkan. Apakah humor memang menunjukkan kecerdasan?” Hamzah menjawab bahwa humor membutuhkan kecerdasan berbahasa, dan orang yang pandai berhumor bisa disebut sebagai pribadi yang cerdas.
Tiga Pesan untuk Santri
Pada sesi terakhir, Hamzah memberikan pesan khusus untuk santri Lirboyo yang masih bergelut dengan kitab kuning dan belum memiliki akses luas untuk menyalurkan karya tulisnya:
1. Syukuri Fasilitas yang Ada – Santri diminta untuk menghargai segala yang tersedia di pesantren seperti kitab, ustaz, dan media seperti majalah dinding.
2. Kembangkan Imajinasi – Hamzah mendorong santri untuk menghayati pelajaran dengan mendalam agar ketika terjun ke dunia penulisan nanti, mereka sudah memiliki bekal awal.
3. Ikhtiar yang Konsisten – Usaha keras dan kesungguhan selama di pesantren adalah kunci untuk menapaki jalan dakwah melalui tulisan.
Sebagai penutup, Hamzah mengucapkan terima kasih kepada para gus, pengurus, dan seluruh santri Lirboyo atas kesempatan menyampaikan materi selama dua hari.
Ia berharap agar semangat berdakwah melalui media digital, khususnya di platform NU, terus tumbuh di kalangan santri. ***