NUSAKATA.COM – Adanya dugaan ketidak transparansi anggaran Program peremajaan Sawit di Desa Tanjungan, Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang.
Banyaknya keluhan masyarakat petani sawit lantaran adanya ketidak tranparansian anggaran Rp. 30 juta untuk program peramajaan sawit yang di salurkan oleh PT. Sucofindo.
Dikatakan Yolan, Aktivis Pandeglang, Ia menyampaikan, Mulai dari tebang civing, upah gali lobang, ukuran lubang.
“Bahkan juga tidak memakai tenaga ahli, semuanya anggota petani tidak tahu apapun soal anggaran nya,” Ucap Yolan.
Yolan menyampaikan, petani sawit belum juga menerima haknya. Selaku pemilik tanah mereka juga tidak tahu Rancangan Anggaran Belanja.
“Dulu sempat di kasih tau RABnya oleh dinas pertanian Kabupaten Pandeglang. amun di ambil lagi,” Pungkasnya.
Kata Yolan, hal ini sudah menyalahi aturan, lahan tanah petani diduga hanya di manfaatkan untuk mengeruk keuntungan semata agar bisa mendapatkan uang bantuan PSR yang 30 juta tahap 1.
“Karna untuk tanam saja petani tidak di bayar, juga menggali lubang sendiri tidak tau SOPnya seperti apa,” Tambahnya.
“Seharusnya, program hibah ini tidak ada intervensi dari siapapun. Baik itu Koordinator Penyuluh, maupun Ketua Kelompok Tani,” Yolan menututkan.
Disampaikan Petani sawit Kecamatan Cikeusik yang Enggan disebutkan namanya, Dirinya mengatakan, dari pengelolaan uang 30 juta para petani hanya melihat angkanya di rekening.
“Sudah begitu di tranferkan kembali ke rekening ketua kelompok tani,” Ucap Petani.
“Kami juga di suruh menanam sawit sendiri, gali lubang sendiri. Namun upah kami belum juga di bayarkan,” Keluhnya.
Saat jurnalis mencoba mengkonfirmasi pihak dinas pertanian kabupaten pandeglang. Ibu Heti selaku pendamping Kabid Kebun, dirinya menjawab, bahwa dirinya sudah terbuka, bahkan RABnya pun diberikan kepada ketua kelompok dan petani sawit masing-masing.
“Ini belum cair, semua menunggu, kita mengajukannya juga butuh waktu gak bisa langsung cepet cair, siapa yang bilang gak transparan kita sudah transparan,” Ungkapnya Kepada Nusakata.com
“Siapa Petaninya yang bilang gak tranparan akan saya coret dari bantuan itu, agar uangnya di kembalikan kepada negara,” Cetusnya.
“Jika ada yang bilang tidak transparan. Kita akan coret namanya dari penerimaan PSR sawit ini,” Tambahnya lewat Telfon.
Fadil selaku pengawas kelompok tani Cikeusik mengatakan saat di konfirmasi, ia memakai anggaran individual dari petani untuk membeli bibit sawit dengan harga 66 ribu rupiah dengan diameter lubang.
“Yang seharusnya 40×40 kita informasikan ke petani, adapun itu tidak sesuai. Namanya petani kan bukan tenaga ahli, jadi banyak salahnya,” Jawabnya.
Sedangkan, Menurut Fadil, mengukur titik kordinatnya harus memakai alat canggih. Jika orang dinas pertanian yang mengukur, itu betul semua.
“Namun jika petani banyak salahnya, karna banyak yang tidak mengerti, orang dinas datang untuk mengukur hanya 1 hari, sedangkan kita setiap hari, kadang 1 bulan sekali, setengah bulan sekali,” Ujarnya.
Dikatakannya, dilokasi ada 260 hektar dari 2 kelompok dan masih banyak yang belum bisa di cairkan.
“Karna kesalahan dari titik kordinat, pengajuan tahun 2024/2025 yang 12 hektar itu belum di bayar upahnya. Belum bisa di cairkan untuk desa tanjungan, kecamatan cikeusik, masih proses pengajuan,” Paparnya. (Irgi)