NUSAKATA.COM – Kondisi kesehatan mental anak dan remaja di Indonesia memprihatinkan. Menurut data dari Survei Nasional Kesehatan Mental Remaja (I-NAMHS) Tahun 2022, sekitar 34,9 persen atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia mengalami permasalahan kesehatan mental, salah satunya adalah depresi.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Hipnotis Indonesia (DPP PKHI), I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya (Dewa). Ia menyampaikannya di Hotel Manhattan Jakarta, pada Jumat (2/5/2025), seusai sehari sebelumnya mengikuti Rapat Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus DPP PKHI Periode 2025-2030. Juga bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional yang berbarengan dengan Hari Kesadaran Depresi Anak.
Tanggal 2 Mei ditetapkan Hari Kesadaran Depresi Anak sejak tahun 1997 oleh sekelompok orang tua di Amerika Serikat yang anaknya mengalami depresi.
Selanjutnya, menciptakan Hari Kesadaran Depresi Anak untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya menjaga perasaan dan mental anak sehingga terhindar dari depresi.
Dewa menyebut depresi merupakan penyakit mental yang tidak mengenal usia. Bagi anak dan remaja yang umumnya adalah pelajar atau siswa, depresi merupakan suatu kondisi yang perlu mendapat perhatian serius dan tepat.
Jika tidak, dapat mengganggu perkembangan, prestasi belajar, bahkan kehidupan sosialnya.
“Gejala siswa depresi dapat diamati dari hal berhubungan dengan pikiran perasaan dan perilakunya. Contohnya terjadi perubahan perilaku, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari interaksi dengan sesama, atau tiba-tiba kehilangan minat pada hal-hal yang dulu disukainya,” ujar Dewa.
Dewa yang juga merupakan Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Hipnoterapi Indonesia mitra Ditjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), mengatakan tenaga dan fasilitas kesehatan mental yang ada di Indonesia sangat terbatas jumlahnya.
Oleh karenanya, para orang tua, guru dan pendamping lain misal pamong desa, guru ngaji perlu lebih peka dan terbuka. Ia menjelaskan bahwa tehnik ilmiah dalam menangani permasalahan terkait pikiran, perasaan dan perilaku untuk menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang diajarkan dalam praktik hipnosis (hipnoterapi).
Selain itu, Dewa juga menceritakan pengalamannya mengajar praktik terapi olah pikir (hipnoterapi) di Indonesian Hypnosis Centre (IHC). Lembaga pelatihan bidang hipnosis yang resmi serta telah terakreditasi nasional.
“Secara umum, semua orang yang tidak memiliki kelainan atau gangguan berkomunikasi, mampu mempelajari dan mempraktikkan hipnosis,” sambungnya.
Ia yakin hipnosis sangat cocok diterapkan untuk menangani permasalahan depresi pada siswa. Dewa lalu mengajak masyarakat yang peduli akan kesehatan mental generasi penerus bangsa, agar mempelajari dan memanfaatkan keilmuan hipnosis.
“Belajarlah hipnosis (hipnoterapi) di lembaga pelatihan atau lembaga kursus yang resmi diakui pemerintah dan telah-telah terakreditasi,” pungkas Dewa.