Menu

Mode Gelap
 

Menjadikan Sumber Daya Manusia Dalam Esensi Pembangunan

- Nusakata

11 May 2025 15:20 WIB


					Foto : Subandi Musbah Pendiri Visi Nusantara (Ist) Perbesar

Foto : Subandi Musbah Pendiri Visi Nusantara (Ist)

SDM | Ada masa ketika pembangunan hanya soal menggali tanah, mencampur semen, lalu meninggalkannya membeku menjadi jalan atau jembatan. Pemerintah daerah kerap sibuk membangun beton. Seolah masa depan hanya bisa dicetak dari besi dan cor.

Tak ada yang salah memang, sebab jalan juga penting. Namun, siapa yang berjalan di atasnya? Siapa yang akan menjaga agar jalan itu tidak hanya menghubungkan tempat, tapi juga mempertemukan harapan?

Sebab bangsa ini tak dibangun dari aspal, tapi dari manusia yang melintas di atasnya. Dengan pikiran, mimpi, dan tekad yang tak bisa diukur dalam meter atau ton.

Zaman telah berubah. Kita hidup di era yang menuntut kecerdasan, bukan sekadar kekuatan fisik. Tantangan bangsa hari ini bukan lagi sekadar lubang jalan, tapi jurang pengetahuan. Bukan sekadar rusaknya jembatan, tapi rapuhnya daya saing manusia kita.

Berangkat dari kesadaran itu, arah pembangunan perlahan sudah harus digeser. Pemerintah pusat pun mulai mendorong daerah untuk berbenah. Tinggal kesiapan civil society.

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 22 Tahun 2020 menjadi pijakan penting. Regulasi ini menekankan pentingnya pendekatan pembangunan yang lebih manusiawi. Menyentuh jiwa. Tentu memanusiakan manusia.

Di dalamnya, ditegaskan bahwa pembangunan manusia merupakan prioritas. Pendidikan, kesehatan, keterampilan, bahkan pemberdayaan sosial harus menjadi menu utama dalam perencanaan pembangunan daerah.

Gagasan ini memang tidak secepat membalikkan tangan. Namun ia mulai terasa. Kini, kita mulai menyaksikan program-program pelatihan untuk petani muda. Workshop literasi digital. Pendampingan UMKM. Hingga gerakan anti-stunting di desa-desa.

Semua itu merupakan bentuk pembangunan SDM. Bukan terlihat secara kasat mata, tapi terasa manfaatnya dalam jangka panjang. Bukan lagi proyek fisik semata.

Inilah investasi masa depan. Karena ketika jalan berlubang, bisa kita tambal. Namun, jika mental generasi muda berlubang, maka kita sedang menggali lubang bangsa sendiri.

Di tengah arah baru pembangunan ini, ada dua elemen yang patut diangkat: peran yayasan dan perkumpulan. Atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan NGO dan CSO (Civil Society Organization).

Selama ini, posisi mereka seringkali hanya pelengkap. Undangan diskusi, pengisi acara seminar, atau mitra seremonial. Padahal, dalam konteks pembangunan SDM, peran NGO/CSO sangat strategis.

Mereka punya akar. Mereka hadir langsung di tengah masyarakat. Mereka memahami dinamika lokal secara mendalam. Bahkan, mereka seringkali lebih dipercaya warga ketimbang institusi formal.

Karena itu, sudah saatnya pemerintah daerah membuka ruang lebih luas. Libatkan NGO dalam perencanaan. Ajak mereka dalam penganggaran partisipatif. Gandeng mereka dalam implementasi program sosial.

Sudah saatnya kita menggeser dominasi kontraktor. Jika dulu pihak ketiga selalu diidentikkan dengan kontraktor jalan dan jembatan, maka kini saatnya kita mengubah definisi itu.

Pihak ketiga itu, siapa pun yang bisa berkontribusi membangun masyarakat. Termasuk pendidik, relawan, pendamping desa, aktivis sosial, tenaga ahli, dan komunitas kreatif.

Kita butuh lebih banyak pendamping petani, bukan sekadar pemasok pupuk. Kita butuh fasilitator literasi, bukan hanya tukang cetak spanduk. Kita butuh pelatih keterampilan, bukan hanya penyedia kursi seminar.

Dominasi kontraktor dalam pembangunan harus mulai ditekan. Bukan karena kita membenci proyek fisik, tapi karena sudah saatnya kita memprioritaskan pembangunan yang memberi nilai lebih pada manusia.

Banyak daerah yang sudah mulai menempuh jalan ini. Kabupaten yang memberikan beasiswa penuh untuk anak petani miskin. Desa yang menyiapkan pos pelayanan psikologi keluarga. Semua ini adalah langkah kecil menuju transformasi besar.

Membangun daerah tidak lagi cukup dengan mengejar target fisik. Yang dibutuhkan ialah komitmen membangun manusianya. Menguatkan nilai-nilai, membuka wawasan, dan mempersiapkan generasi penerus yang siap menghadapi dunia yang berubah begitu cepat.

Pembangunan SDM bukan pekerjaan mudah. Ia tidak bisa selesai dalam satu masa jabatan. Ia tidak bisa dipamerkan dalam bentuk plang proyek.

Namun, ia bisa dirasakan. Dalam bentuk perubahan pola pikir. Dalam wajah anak yang lebih percaya diri. Dalam ibu rumah tangga yang kini paham teknologi. Dalam petani yang berani ekspor.

Inilah pembangunan yang punya jiwa. Hadir tidak hanya di batu dan semen, tapi di pikiran dan perasaan manusia. Dampaknya untuk masa depan daerah atau negara.

Sebab, pembangunan yang sesungguhnya ialah saat seorang anak di pelosok desa bisa bermimpi besar dan tahu caranya mencapainya. Bukan karena jalan ke sekolah sudah halus, tapi karena ia telah dibekali bekal mental, pengetahuan, dan harapan.

Karena sesungguhnya, membangun manusia adalah membangun masa depan. Dan masa depan itu, dimulai hari ini. Dengan keputusan kita, untuk menaruh manusia di pusat segala rencana.

Baca Lainnya

Calon Sekretaris Daerah Pandeglang Banyak Dipertanyakan

30 June 2025 - 12:54 WIB

DEMA UIN SMH Banten Gelar Diskusi Publik: “Pemakzulan Gibran — Jalan Konstitusional Atau Manuver Politik?”

25 June 2025 - 17:04 WIB

KNPI Pandeglang Desak KPK Usut Tuntas Temuan BPK, Ungkap Kerugian Negara Rp37 Miliar Lebih

25 June 2025 - 09:03 WIB

BEM Nusantara Wilayah Banten Resmi Dikukuhkan, Soroti Peran Mahasiswa dalam Sektor Pendidikan

22 June 2025 - 08:55 WIB

Banyak Penulis Berbakat, Tapi Tak Sekuat JK

21 June 2025 - 10:14 WIB

Dari Ujung Selatan Pimpin KNPI Pandeglang

20 June 2025 - 22:55 WIB

Trending di Daerah