NUSAKATA.COM – Penambangan liar di Cikotok, Lebak, Banten telah lama menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian warga sekitar. Di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan dan akses ekonomi, aktivitas ini menjadi pilihan realistis bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun, di balik manfaat ekonomi jangka pendek, penambangan liar menyimpan berbagai risiko serius yang tidak boleh diabaikan.
Dari sisi ekonomi, memang tidak bisa dipungkiri bahwa tambang rakyat—meskipun tidak berizin—memberikan pemasukan langsung bagi banyak keluarga.
Dalam kondisi minimnya kehadiran negara dan peluang kerja formal, warga terpaksa menggantungkan hidup pada emas di perut bumi. Sayangnya, keuntungan ini sering kali tidak berbanding lurus dengan dampaknya. Dikutif dari Sumber Faktabanten.co.id. Kamis, (11/6/2025).
Secara lingkungan, penambangan liar telah menyebabkan kerusakan ekosistem, pencemaran air, dan erosi tanah. Penggunaan merkuri dan bahan kimia berbahaya tanpa pengawasan meracuni sungai dan mengancam kesehatan masyarakat.
Lebih jauh lagi, aktivitas ini rentan menimbulkan longsor dan bencana alam yang membahayakan keselamatan warga sendiri.
Dari segi hukum, praktik ini jelas melanggar peraturan. Namun, penindakan semata tanpa solusi alternatif hanya akan memperburuk keadaan sosial.
Yang dibutuhkan adalah pendekatan yang lebih humanis dan solutif: program legalisasi dan pembinaan tambang rakyat, penyediaan lapangan kerja alternatif, serta pendidikan keterampilan bagi masyarakat.
Pemerintah daerah dan pusat harus hadir, bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi juga sebagai fasilitator kesejahteraan. Penambangan rakyat yang legal, aman, dan ramah lingkungan bisa menjadi jalan tengah antara kebutuhan ekonomi warga dan pelestarian alam.
Dengan demikian, penambangan liar di Cikotok bukan sekadar masalah hukum atau lingkungan, tetapi juga persoalan keadilan sosial. Solusinya pun harus menyentuh akar persoalan: kemiskinan, keterbatasan akses, dan minimnya pilihan hidup yang layak bagi masyarakat.
Penulis : Aditia Arianto (Mahasiswa Universitas Pamulang)