NUSAKATA.COM – Aksi unjuk rasa yang digelar puluhan aktivis dari Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) di depan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Lebak, Senin (30/6/2025).
Massa mendobrak pagar gerbang kantor karena kecewa tidak mendapat tanggapan dari Kepala Dinas. Dalam orasinya, massa menyuarakan desakan pencopotan Kepala DPUPR Lebak yang dinilai bertanggung jawab atas lemahnya pengawasan proyek infrastruktur jalan desa.
Mereka merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun anggaran 2024.
Koordinator aksi, Idham, menyatakan bahwa proyek pembangunan jalan Desa di Kabupaten Lebak diduga sarat penyimpangan teknis. Akibatnya, negara ditaksir mengalami kerugian hampir Rp2 miliar.
“Temuan BPK menunjukkan adanya manipulasi spesifikasi dan mutu pekerjaan. Ini bentuk kelalaian yang tidak bisa dibiarkan,” kata Idham seusai aksi.
Kumala mendesak agar aparat penegak hukum segera mengusut keterlibatan kontraktor, konsultan pengawas, serta pejabat teknis yang menangani proyek tersebut.
Mereka juga meminta Bupati Lebak mengevaluasi kinerja DPUPR secara menyeluruh dan menuntut Kepala Dinas untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
“Kami mendesak agar PPK, PPTK, hingga Kepala Bidang Bina Marga ikut diperiksa sebagai pihak yang berpotensi mengetahui manipulasi teknis proyek,” ujar Idham.
Aksi yang berlangsung damai semula berubah memanas setelah tak satu pun pejabat DPUPR menemui massa. Ketegangan pun meningkat, dan mahasiswa menerobos gerbang kantor sebagai bentuk kekecewaan. Aparat kepolisian sempat berupaya meredam situasi namun tidak mampu menahan massa memasuki area kantor.
Sepdi Hidayat, Ketua KUMALA Perwakilan Pandeglang juga menambahkan terkait dengan kegagalan dan kecerobohan yang dilakukan oleh Pegawai PUPR khususnya Kepala Dinas PUPR Lebak
Dikatakannya, Tidaklah rasional ketika kesalahan yang sama yakni ketidaksesuaian spesifikasi ditemukan pada 11 proyek pengerjaan, dan tidaklah mungkin bahwa kontraktor pelaksana seberani itu melakukan tindakan pengurangan volume dan mutu proyek pengerjaan.
“Kami menduga bahwa pasti ada indikasi kerjasama kotor (kongkalikong) yang dilakukan oleh PUPR dengan Kontraktor Pelaksana,” Ujarnya.