NUSAKATA.COM, – Lingkar Studi Advokasi Mahasiswa Indonesia (LASMI) Banten menggelar aksi damai di depan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Pandeglang, Kamis (11/9), guna menyuarakan keprihatinan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten terkait dugaan kerugian negara sebesar Rp917 juta.
Temuan ini diduga berasal dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024. LASMI menyoroti adanya kekurangan volume pekerjaan, pengurangan spesifikasi, serta indikasi adanya ketidaksesuaian prosedur antara DPUPR dan pihak pelaksana proyek.
“Temuan ini bukan hanya persoalan administratif, tapi sudah menyentuh indikasi dugaan tindak pidana yang dapat merugikan keuangan negara,” ujar Koordinator Aksi LASMI Banten, Aditia Ihksan Nurrohman.
Berdasarkan data yang disampaikan, terdapat empat perusahaan rekanan yang disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Perusahaan-perusahaan tersebut diduga belum menyelesaikan kewajiban pengembalian kerugian negara dalam jangka waktu 60 hari sejak diterbitkannya LHP. Salah satu perusahaan yang disoroti adalah CV Putra Chibisor, yang diketahui mengerjakan proyek rehabilitasi ruang kelas di SMP Mandalawangi dengan nilai lebih dari Rp1 miliar.
LASMI menilai bahwa keterlambatan tindak lanjut terhadap hasil audit BPK berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khususnya Pasal 26 yang mengatur batas waktu penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan.
“Bila dihitung dari tanggal 23 Mei hingga 23 Juli 2025, maka sudah lebih dari 60 hari. Seharusnya sudah ada langkah konkret dari pihak DPUPR, termasuk pemberian sanksi terhadap pihak yang tidak kooperatif,” jelas Aditia.
Dalam dialog terbuka yang digelar usai aksi, perwakilan dari DPUPR Pandeglang, Andrian dari Bidang Bina Marga, menyatakan bahwa pihaknya telah menyurati perusahaan-perusahaan terkait sebagai upaya menindaklanjuti temuan BPK. Namun, menurutnya, belum semua perusahaan memberikan respons.
“Kami sudah mengirimkan surat permintaan pengembalian. Dari total Rp917 juta, sekitar 30 persen sudah dikembalikan. Namun memang masih ada rekanan yang belum merespons. Kami akan terus menindaklanjuti dan mencari solusi terbaik,” ujar Andrian.
Andrian menambahkan bahwa DPUPR tidak menutup mata terhadap berbagai masukan, termasuk dari kalangan mahasiswa, dan mengakui adanya tantangan fiskal yang turut memengaruhi pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Pandeglang.
“Kritik dari rekan-rekan mahasiswa merupakan bagian dari proses evaluasi bagi kami. Kami terbuka terhadap dialog dan akan terus berupaya meningkatkan kinerja serta akuntabilitas,” tambahnya.
LASMI juga meminta agar perusahaan-perusahaan yang belum menyelesaikan kewajibannya diberikan sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar hitam (blacklist) untuk pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada tahun anggaran 2026 dan 2027.
“Kami ingin menegaskan bahwa ini bukan semata soal kerugian anggaran, tetapi juga soal menjaga integritas tata kelola pemerintahan. Kami akan terus mengawal proses ini hingga tuntas,” pungkas Aditia.
Sebagai penutup, LASMI menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hasil audit dan proses hukum yang transparan guna menjaga kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.