NUSAKATA.COM – Dugaan penyerobotan tanah adat di Peudada, Kabupaten Bireuen, Aceh, menuai kecaman keras dari Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Bireuen. Melalui pernyataan resmi, Ketua PC IPNU Bireuen, Khairul Amri, menyoroti sikap pasif Bupati Bireuen yang dinilai sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hak masyarakat adat. Kamis, (17/7/2025)
Tanah adat bukan sekadar lahan, melainkan identitas, harga diri, dan sumber kehidupan masyarakat yang telah dijaga turun-temurun,” tegas Khairul Amri. “Penyerobotan atas nama investasi atau kepentingan segelintir elit adalah bentuk ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi.”
Konflik Agraria di Peudada dan Ancaman Terhadap Hak Adat
Khairul menjelaskan bahwa masyarakat adat di Kecamatan Peudada telah lama hidup selaras dengan alam, memelihara tanah warisan leluhur berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Aceh. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, muncul indikasi aktivitas penguasaan lahan secara sepihak oleh pihak-pihak yang tidak memiliki legitimasi dari masyarakat setempat.
“Kami melihat ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap tanah rakyat. Jika ini terus dibiarkan, maka konflik horizontal bisa meletus, dan kerusakan lingkungan akan menjadi ancaman nyata,” lanjutnya.
IPNU Minta Bupati Bireuen Bertindak Tegas
IPNU Bireuen menuntut agar Bupati Bireuen segera mengambil langkah konkret, turun ke lapangan, mengusut dugaan pelanggaran, dan memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat.
> “Ketika pemimpin diam terhadap ketidakadilan, itu adalah bentuk kejahatan pasif. Dan pembiaran adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” ujar Khairul lantang.
Organisasi pelajar NU ini juga menegaskan bahwa menjaga tanah adat merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan keadilan sosial.
“Ini bukan hanya soal sebidang tanah. Ini soal warisan budaya, martabat masyarakat adat, dan masa depan generasi Kabupaten Bireuen. Kami, IPNU Bireuen, tidak akan tinggal diam,” tutup Khairul.