Nusakata.com – Ketika angin sore berembus pelan di sepanjang perjalanan pulang ke kampung halaman, Desa Sebeok, Orong Telu Kabupaten Sumbawa.
Saya tak bisa mengalihkan pandangan dari hamparan lahan gundul yang terbentang.
“Dulu, kawasan ini hijau dan rimbun, tempat burung-burung berkicau dan hewan-hewan liar mencari makan. Namun, kini yang tersisa hanyalah tanah tandus, yang dijadikan lahan pertanian warga. Di sini, di Kabupaten Sumbawa, kerusakan hutan dan lingkungan menjadi kenyataan pahit yang harus kita hadapi.” Ucap pemuda sumbawa
Hutan menutupi sepertiga dari massa daratan Bumi, melakukan fungsi vital di seluruh dunia. Sekitar 1,6 miliar orang – termasuk lebih dari 2.000 budaya asli – bergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka, obat-obatan, bahan bakar, makanan, dan tempat tinggal.
Hutan adalah ekosistem yang paling beragam secara biologis di darat, rumah bagi lebih dari 80% spesies hewan, tumbuhan, dan serangga darat. Jika terus saja ditebang apakah yang terjadi pada bumi tercinta ini.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa, dalam sepuluh tahun terakhir, laju deforestasi di wilayah ini mencapai 2.000 hektar per tahun. Angka ini mengkhawatirkan, mengingat sebagian besar penduduk Sumbawa masih bergantung pada hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, laporan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatat bahwa kerusakan hutan di Sumbawa telah menyebabkan penurunan kualitas air di beberapa sungai utama, yang berdampak langsung pada pertanian dan perikanan lokal.
Menjelang pemilihan kepala daerah yang akan digelar November mendatang, isu kerusakan lingkungan ini harus menjadi perhatian utama. Para calon kepala daerah harus berani mengusung agenda pelestarian lingkungan yang nyata dan terukur.
“Kita tidak bisa lagi terjebak dalam janji-janji kosong yang hanya menjadi angin lalu saat suara telah terkumpul. Sumbawa membutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen kuat untuk menyelamatkan hutan dan menjaga kelestarian alam kita.” Paparnya
Saya ingat, beberapa tahun yang lalu, ada program reboisasi yang digembar-gemborkan pemerintah daerah. Namun, laporan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2022 menunjukkan bahwa hanya 30% dari total area yang direncanakan berhasil ditanami kembali. Sisanya masih berupa lahan kosong tanpa tindak lanjut yang jelas. Padahal, hutan adalah paru-paru kita, sumber kehidupan yang harus kita jaga bersama.
Jika dibiarkan terus-menerus, bukan hanya keanekaragaman hayati yang akan hilang, tetapi juga mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada alam.
Sebagai warga yang mencintai Sumbawa, saya berharap para calon kepala daerah kali ini benar-benar serius memperhatikan isu ini. Tidak hanya untuk meraih simpati, tetapi karena ini adalah kebutuhan mendesak.
Mereka harus memiliki rencana konkret untuk penghijauan kembali hutan, penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, serta edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga alam.
Data dari World Wildlife Fund (WWF) menyatakan bahwa upaya konservasi yang melibatkan masyarakat lokal secara aktif memiliki tingkat keberhasilan hingga 70% lebih tinggi dibandingkan program yang hanya bersifat top-down.
Pemilihan kepala daerah November mendatang bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga memilih masa depan Sumbawa.
“Saya berharap kita semua, sebagai warga yang peduli, bisa memilih dengan bijak dan mendukung calon yang benar-benar berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan.” Tuturnya
Dirinya berharap Hanya dengan begitu, kita bisa melihat hutan kita hijau kembali dan memastikan bahwa anak cucu kita masih bisa menikmati keindahan alam Sumbawa yang sesungguhnya.