NUSAKATA.COM – Ramadhan di Aceh selalu diramaikan dengan kuliner khas, salah satunya I Bu Peudah, bubur rempah yang kaya akan cita rasa dan manfaat kesehatan.
Menggunakan 44 bahan alami, hidangan ini menghadirkan perpaduan rempah yang menghasilkan rasa hangat dan khas, menjadikannya takjil favorit masyarakat setiap bulan puasa.
Dahulu, I Bu Peudah merupakan jamuan kehormatan di Kerajaan Aceh Darussalam. Bubur ini disajikan kepada tamu-tamu kerajaan sebagai bentuk penghormatan dan simbol kemakmuran.
Selain di lingkungan istana, I Bu Peudah juga sering hadir dalam kenduri dan acara adat sebagai lambang keberkahan serta penghormatan bagi para tamu undangan.
Seiring waktu, hidangan ini semakin populer di masyarakat dan menjadi bagian dari tradisi berbuka puasa.
Keistimewaan I Bu Peudah terletak pada racikan 44 bahan utama yang mencakup berbagai rempah, daun aromatik, sayuran, dan sumber protein. Beberapa di antaranya adalah jahe, kunyit, lengkuas, kayu manis, daun kari, daun pandan, wortel, labu, serta ikan, ayam, atau daging sapi.
Meski namanya mengandung kata “peudah” yang berarti pedas, bubur ini lebih mengutamakan kekayaan rasa rempah daripada sensasi pedas yang kuat.
Setiap bulan Ramadhan, I Bu Peudah menjadi salah satu takjil yang paling dicari di berbagai pasar dan warung tradisional di Aceh.
Selain kelezatannya, bubur ini dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan, seperti membantu menghangatkan tubuh, melancarkan pencernaan, dan mengembalikan energi setelah seharian berpuasa.
Selain dikonsumsi secara pribadi, I Bu Peudah juga sering dibagikan dalam kegiatan sosial seperti meudagang, tradisi berbagi makanan berbuka puasa di Aceh.
Hal ini menjadikan bubur ini bukan hanya sebagai hidangan berbuka, tetapi juga simbol kebersamaan dan kepedulian sosial.
Sebagai bagian dari kekayaan kuliner Aceh, I Bu Peudah terus dilestarikan dari generasi ke generasi.
Dalam suasana Ramadhan yang penuh berkah, menikmati hidangan khas ini bersama keluarga menjadi tradisi yang semakin mempererat tali silaturahmi dan menjaga warisan budaya Aceh tetap hidup.