Nusakata.com – REVOLUSI | 68 tahun yang lalu, tepatnya pada 17 Agustus 1956, revolusi mental pertama kali digagas oleh presiden pertama kita, Sukarno. Lewat pidato upacara kemerdekaan ke-12 tahun Republik Indonesia.
Bung Karno mengatakan, setelah melewati revolusi fisik, sudah saatnya rakyat Indonesia menggerakkan revolusi mental. Suatu gerakan hidup baru, menggembleng menjadi manusia baru, berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api.
Dalam konteks dewasa ini, parafrasa kalimat tersebut ialah sebuah ajakan perubahan, memperbaiki pikiran, ucapan, tindakan, dan menjadi teladan di antara sesama. Baik dalam konteks bermasyarakat maupun di lingkup pemerintahan daerah.
Oleh sebab itu, revolusi mental bukan sekadar slogan. Ia menjadi panggilan untuk kembali ke dasar-dasar integritas. Terutama bagi ASN, integritas merupakan fondasi. Tanpanya, pelayanan publik hanya akan menjadi formalitas.
Sebab, membangun karakter bangsa ini harus dimulai dari para pemimpin, aparatur negara, atau pegawai pemerintahan. Mereka harus memiliki integritas, komitmen, dan kesadaran. Bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, berdampak pada pelayanan publik.
Lihatlah ke sekeliling, masyarakat Tangerang datang dengan harapan. Bukan sekadar untuk menyelesaikan urusan administratif. Mereka ingin didengar, dipahami, dan dibantu. Juga mendapatkan pelayanan tulus dan nyata.
Seorang pegawai pemerintahan, terutama ASN, memiliki tanggung jawab besar. Tugas mereka bukan hanya datang, duduk, dan menyelesaikan tugas. Namun, harus benar-benar merasakan panggilan untuk melayani.
Revolusi mental menuntut kita untuk melihat pekerjaan bukan sebagai beban, tetapi kesempatan berbuat kebaikan. Setiap senyum yang diberikan, setiap kata yang diucapkan, merupakan bagian dari pelayanan yang bisa mengubah hidup seseorang.
Namun, revolusi mental bukan hanya soal memperbaiki pelayanan. Ini juga tentang memperbaiki diri. Bagaimana kita bisa memberikan yang terbaik jika kita sendiri belum berubah?
Revolusi mental mengajak kita untuk mengesampingkan ego, lebih rendah hati, dan untuk selalu berusaha menjadi lebih baik. Karena pada akhirnya, kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari kualitas mentalitas seorang pegawai.
Karena ketika berbicara tentang revolusi mental, kita berbicara tentang perubahan cepat dalam cara berpikir. mengajak kita untuk merespons dan bertindak dengan cara yang berbeda. Lebih gesit, cerdas, dan adaptif.
Dilihat dari arti katanya, revolusi merupakan perubahan besar yang terjadi dalam waktu singkat. Sementara mental, kependekan dari mentalitas. Mengacu pada cara seseorang belajar, berpikir, memahami, dan merespons berbagai hal, serta mengambil tindakan nyata.
Mentalitas bukanlah sesuatu yang muncul secara instan. Ia terbentuk dari kombinasi pengalaman, pembelajaran, dan lingkungan sekitar. Mentalitas kita merupakan jendela bagaimana kita melihat dunia untuk merespons apa yang dihadapi.
Bayangkan jika setiap ASN di Kabupaten Tangerang mempraktikkan revolusi mental ini. Pelayanan publik akan menjadi lebih cepat, lebih efisien, dan yang paling penting, lebih manusiawi. Masyarakat akan merasa didengar, dipahami, dan paling penting, dihargai.
Penulis : Subandi Musbah
Direktur : Visi Nusantara