NUSAKATA.COM – Dunia pendidikan di Kabupaten Pandeglang kembali tercoreng. Kali ini, SMP Negeri 1 Banjar diduga melakukan praktik penjualan seragam dan atribut sekolah kepada siswa baru dengan harga yang dinilai tidak wajar, mencapai Rp.782.000.
Dugaan tersebut menuai sorotan dan kecaman dari berbagai pihak, termasuk aktivis muda Pandeglang, Novan Ahmad Fauzan, yang menyebut praktik itu sebagai bentuk komersialisasi pendidikan yang terang-terangan melanggar aturan.
Berdasarkan informasi dari orang tua siswa, pembelian seragam dilakukan secara kolektif, bahkan cenderung diwajibkan, dengan dalih keseragaman dan kemudahan.
Namun yang menjadi sorotan adalah harga paket yang dianggap sangat mahal, serta tidak adanya alternatif bagi orang tua untuk membeli sebagiannya saja sesuai kemampuan.
“Kami diminta membayar Rp. 782 ribu untuk seragam olahraga dan atribut lainnya. Kalau tidak ikut, anak kami khawatir akan dikeluarkan,” ujar salah satu orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya.
Praktik semacam ini tidak hanya memicu keresahan, tetapi juga diduga kuat melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah. Dalam Pasal 3 ayat (4) secara tegas dinyatakan:
“Sekolah tidak boleh mewajibkan peserta didik membeli pakaian seragam di sekolah atau melalui koperasi sekolah.”
2. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Pasal 12 huruf c menyebutkan:
“Komite Sekolah, baik secara perorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.”
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan pendidikan harus berasaskan keadilan, keterjangkauan, dan tanpa diskriminasi.
Dari sudut pandang hukum, praktik penjualan seragam secara terselubung dengan harga tinggi tanpa memberikan alternatif kepada wali murid jelas bertentangan dengan semangat pendidikan yang inklusif dan bebas pungutan.
Menanggapi hal ini, aktivis muda Pandeglang, Novan Ahmad Fauzan, menyampaikan kecaman keras terhadap dugaan praktik penjualan seragam tersebut. Ia menilai, dunia pendidikan kini sedang digerogoti oleh kepentingan ekonomi kelompok tertentu, bahkan di lingkungan sekolah negeri.
“Ini bukan hanya persoalan seragam. Ini soal keadilan dalam pendidikan. Ketika orang tua siswa merasa terpaksa membeli seragam mahal karena takut anaknya dikucilkan bahkan dikeluarkan, maka ini sudah masuk ke wilayah intimidasi psikologis. Kami mengecam keras praktik ini. Dinas Pendidikan harus turun tangan dan segera melakukan audit menyeluruh,” tegas Novan.
Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Pandeglang, khususnya Dinas Pendidikan dan Inspektorat Daerah, untuk tidak tutup mata terhadap dugaan pelanggaran ini.
“Kalau ini dibiarkan, maka praktik serupa akan terus terjadi setiap tahun. Anak-anak kita bukan ladang bisnis. Pendidikan adalah hak, bukan komoditas,” tambahnya.
Katanya, Lanjut Novan, Publik kini menanti langkah tegas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pandeglang. Jika benar terjadi pelanggaran, maka oknum yang terlibat harus diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
“Sekolah Negeri, sebagai lembaga yang dibiayai negara, semestinya menjadi garda terdepan dalam menjaga prinsip keadilan dalam dunia pendidikan, bukan justru memperdagangkan kewajiban siswa dengan harga yang membebani,” Tegas Novan.
sementara itu, saat dikonformasi pihak Kepala Sekolah tidak memberikan tanggapan terlalu jauh.
“Waalaikumsalam kalau mau konfirmasi besok saya tunggu di sekolah ya pak jam 8. Trmksh,” Jawabnya. ***
***