Menu

Mode Gelap
 

Anak Yatim Dalam Perjalanan

- Nusakata

18 Jul 2025 07:49 WIB


					Foto : Subandi Musbah Perbesar

Foto : Subandi Musbah

BERBAGI | Imam Syafi’i tumbuh sebagai yatim, begitu pula Nabi Muhammad. Oleh karenanya, menjadi yatim bukan aib, bukan pula beban, tapi bisa menjadi panutan. Bahkan kehormatan.

Anak yatim merupakan amanah dan jalan kemuliaan bagi siapa pun yang peduli. Kita yang mampu, punya kuasa, mestinya jadi penopang, bukan penonton. Karena kemuliaan ditentukan oleh seberapa peduli pada yang tak berdaya.

Namun, di tengah jalan yang semestinya mulia itu, masih banyak anak yatim yang berjalan sendiri. Tanpa bimbingan. Tanpa perlindungan. Tanpa pelukan hangat yang bisa membuat mereka tenang tidur malam.

Dunia seringkali terlalu sibuk untuk menoleh ke arah sana. Padahal, sejatinya merekalah anak-anak yang paling berhak dirangkul. Perlu dukungan. Juga bantuan. Melalui saling berbagi. Dalam bentuk apa saja.

Tak perlu jauh-jauh menelusuri data statistik untuk menyadari bahwa anak yatim masih kerap tersingkir dari perhatian sosial. Kita bisa menemukannya di sekitar lingkungan. Di sudut kampung. Di deretan rumah yang tampak sunyi setelah kepergian seorang ayah atau ibu.

Beberapa dari mereka mungkin diasuh keluarga besar. Namun, banyak pula yang harus berjuang sendiri. Ada yang terpaksa berhenti sekolah. Ada yang harus bekerja di usia belia. Ada pula yang mulai kehilangan arah karena tidak punya figur penuntun.

Di kota-kota besar, kita menyaksikan wajah-wajah kecil yang menjual tisu di lampu merah. Sebagian dari mereka yatim. Memikul tanggung jawab orang dewasa sebelum waktunya. Bukan karena pilihan, tetapi karena keadaan.

Ironisnya, masyarakat terkadang hanya teringat pada mereka saat bulan Ramadan. Atau bulan Muharam. Saat ada program santunan. Selebihnya, mereka kembali menjadi “yang dilupakan”. Itu semua sangat baik, tapi harus ditingkatkan dalam bentuk lain.

Kepedulian terhadap yatim bukan sekadar amal sosial. Ia merupakan cerminan iman. Ukuran keberagamaan seseorang sering kali tampak dari bagaimana ia memperlakukan anak-anak yang kehilangan orang tuanya.

Lebih dari itu, anak yatim menyimpan potensi luar biasa. Sejarah mencatat, banyak tokoh besar tumbuh tanpa ayah. Bahkan tanpa ibu. Mereka mampu meraih cita-cita. Menoreh sejarah. Bahkan namanya dikenang dunia.

Mereka tidak menyerah. Mereka bangkit. Tentu saja karena ada orang-orang yang hadir di masa kecinya. Yang merangkul, memotivasi, serta menjadi pelita di masa gelap. Mereka tidak dibiarkan tumbuh sendirian. Mendapat dukungan dari sebuah kepedulian dan kepekaan.

Dengan kata lain, peduli pada anak yatim bukan hanya tentang memberi. Namun, tentang membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah. Baik untuk mereka, maupun untuk kita sebagai masyarakat.

Kepedulian tidak selalu harus berbentuk uang. Tidak semua dari kita memiliki kemampuan finansial berlebih. Namun, setiap orang punya sesuatu untuk diberikan. Dan itu pasti bermakna bagi tumbuh kembang anak.

Misal menjadi teman dan pendengar yang baik. Anak yatim sering merasa kehilangan arah karena kehilangan sosok pelindung. Kehadiran kita sebagai teman yang tulus bisa menjadi pengganti kehangatan itu. Percayalah!

Jika mampu, bantu mereka agar tidak putus sekolah. Satu buku. Satu seragam. Satu biaya pendaftaran bisa menjadi penyelamat masa depan mereka. Jika tidak bisa memberi langsung, kita bisa menghubungkan mereka dengan lembaga yang memberi beasiswa.

Atau memberikan pekerjaan yang layak. Bagi yatim yang sudah beranjak dewasa, banyak dari mereka harus bekerja lebih awal. Kita bisa membantu memberi akses pada pelatihan kerja atau lapangan kerja yang sehat.

Kita juga bisa memberdayakan anak yatim melalui komunitas. Ajak mereka bergabung dalam komunitas yang mendidik. Seperti komunitas literasi, kelompok olahraga, pengajian remaja, atau pelatihan keterampilan. Jadikan anak yatim bukan objek amal, tapi subjek pemberdayaan.

Kita tidak bisa menyerahkan urusan anak yatim hanya pada panti asuhan semata. Atau pada lembaga zakat yang ada. Mereka memang punya peran, tapi tidak boleh dibiarkan sendirian. Karenanya, peduli yatim seharusnya jadi gerakan kolektif. Semua peduli sesama. Dalam bentuk dan rupa apa saja.

Bayangkan jika di setiap RT ada satu keluarga yang siap menjadi pendamping anak yatim. Bukan untuk mengadopsi, tetapi untuk mengasihi. Memberi waktu. Menjaga. Mengarahkan. Dengan demikian tidak ada lagi nestapa. Masa depan tak lagi jadi momok.

Bayangkan jika sekolah-sekolah secara sistematis memberi ruang aman bagi anak yatim. Dengan beasiswa, konseling, atau dukungan moral dari para guru. Bayangkan jika masjid-masjid tak hanya memberi santunan musiman, tapi membuat program berkelanjutan untuk anak-anak yang kehilangan orang tua.

Itulah gerakan kolektif. Ia tidak bergantung pada satu lembaga atau satu orang. Namun, pada semangat gotong royong. Pada keyakinan bersama bahwa menyelamatkan anak-anak yatim merupakan bentuk tertinggi dari kasih sayang sosial.

Bahkan dalam budaya kita, istilah “mengasuh anak yatim” bukanlah sesuatu yang asing. Ia melekat pada nilai-nilai kearifan lokal. Dalam banyak kisah orang tua dahulu, menyantuni yatim bagian dari keberkahan hidup.

Kini, saat dunia bergerak cepat dan individualistik, semangat itu mulai memudar. Maka tugas kita ialah menghidupkannya kembali. Tak harus dengan gebrakan besar. Cukup dengan langkah-langkah kecil.

Dan pada akhirnya, menyayangi anak yatim bukan hanya soal mereka. Ini tentang siapa kita. Apakah kita hanya ingin jadi manusia biasa? Atau ingin menjadi manusia yang dimuliakan karena peduli?

Sebab tak ada yang lebih membahagiakan, selain melihat anak yatim tersenyum. Dan kita tahu, bahwa salah satu alasan mereka tersenyum ialah karena kita.

Baca Lainnya

Ketua IPNU Bireuen: Diamnya Bupati Isyaratkan Restu atas Penyerobotan Tanah Adat di Peudada

18 July 2025 - 16:30 WIB

Ketika Tumbuh Dari Bawah Jadi Masalah, Kelakar Cak Imin dan Arief

16 July 2025 - 18:33 WIB

Dr. Leke Wulan Ayu Dorong Mahasiswa KKL UNSA Dukung Pembangunan Berkelanjutan di Tana Samawa

15 July 2025 - 15:57 WIB

AMMP Desak Pemerintah Realisasikan Janji Kuliah Gratis S1–S3

13 July 2025 - 05:38 WIB

KKM Universitas Primagraha Kelompok 46 Gelar Aksi Gotong Royong Bersihkan Lingkungan di Kp. Sukadiri

11 July 2025 - 21:16 WIB

Proses Tertutup Minim Partisipasi Publik, LBH PMII Kota Serang Kritik Keras RUU KUHAP

11 July 2025 - 13:17 WIB

Trending di News