NUSAKATA.COM – Sekretaris Jenderal Front Aksi Mahasiswa (FAM) Pandeglang Raya, mengajak masyarakat sekitar untuk bersama-sama menelaah kondisi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bangkonol yang terletak di Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang. Jumat (24/01/2025)
Pengelolaan sampah di Pandeglang masih menjadi masalah besar, terlebih dengan jumlah penduduk yang terus berkembang.
Menurut Lutfi, TPA berfungsi untuk mengumpulkan sampah kota dengan tujuan untuk mengisolasi sampah secara aman, sehingga tidak mengganggu lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.
“Namun, kita harus melihat lebih dalam bagaimana kondisi TPA di Pandeglang, terutama TPA Bangkonol,” ujar Lutpi.
Dan saat ini polemik sampah di Pandeglang masih berlanjut,dan dipandang tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah dalam menangani persoalan ini.
“Sampah yang dihasilkan setiap hari terus meningkat, dan sebagian besar berakhir di TPA Bangkonol,” tambahnya.
Lutpi mengungkapkan harapannya bahwa keberadaan TPA setidaknya dapat mengurangi sampah yang berserakan di jalan-jalan kota.
“Kabupaten Pandeglang memiliki TPA yang menampung sampah padat dari rumah tangga, pasar, kantor, dan sektor lainnya. Namun, metode pengolahan yang diterapkan di TPA Bangkonol, yaitu open “dumping”memiliki banyak kekurangan,” Tandasnya.
Meskipun metode ini lebih ekonomis dan efisien, pengolahan sampah dengan cara ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Salah satu keuntungan adanya TPA bagi masyarakat sekitar adalah terbukanya lapangan kerja, terutama bagi mereka yang berpendapatan rendah.
“Masyarakat dapat bekerja dalam pemilahan dan pengangkutan sampah, yang memberikan peluang pundi-pundi rupiah,” Imbuhnya.
Selain itu, pengolahan sampah yang berlangsung lama di TPA Bangkonol juga dapat menghasilkan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, seperti taman atau lahan pertanian.
Namun, Lutpi memperingatkan adanya ancaman terhadap kesehatan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar TPA. Setiap hari, sekitar 120 ton sampah masuk ke TPA Bangkonol, tetapi hanya 5% dari sampah tersebut yang berhasil didaur ulang.
“Kondisi ini diperburuk oleh pengiriman sampah dari Kabupaten Serang yang masih berlangsung hingga kini. Hal ini membuat TPA Bangkonol menjadi overload, sementara kapasitasnya tetap sama,” sambungnya.
Belum lagi pengelolaan air lindi yang kurang baik, yang dapat mencemari tanah dan sumber air sekitar.
“Dampak lainnya adalah pencemaran udara yang mengurangi kualitas lingkungan dan estetika sekitar TPA,” ujar Lutpi.
Lutpi juga mengingatkan bahaya lainnya, seperti potensi longsor sampah yang bisa mengancam keselamatan para pekerja di TPA.
Bahkan, kebakaran akibat gas metan yang dihasilkan sampah, ditambah cuaca ekstrem, sudah sering terjadi di TPA tersebut.
Pencemaran yang ditimbulkan akan berdampak langsung pada kesehatan manusia, menyebabkan penyakit pernapasan, seperti asma dan ISPA, serta penyakit lainnya yang terkait dengan sanitasi lingkungan yang buruk.
Menurut Lutpi, permasalahan yang kompleks ini juga disebabkan oleh manajemen pengelolaan sampah yang belum optimal.
Kapasitas TPA yang terbatas tidak mampu menampung volume sampah yang terus meningkat. Metode open dumping yang masih digunakan juga memiliki banyak kerugian, yang dapat memperburuk keadaan jika tidak segera diatasi.
“Jika dibiarkan, tumpukan sampah akan menjadi ‘monster sampah’ yang siap menyerang lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tegasnya.
Pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait perlu memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Regulasi yang tegas, pengolahan sampah yang lebih efisien dan efektif.
“Serta perlu adanya kerjasama yang baik antara semua stakeholder sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini,” jelasnya.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan TPA Bangkonol dapat dikelola dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat Pandeglang.