Menu

Mode Gelap
 

Mengenal Wali Songo Nama Lengkap Dan Wilayah Penyebaran Agama Islam Di Nusantara

- Nusakata

29 Apr 2024 05:19 WIB


					Mengenal Wali Songo Nama Lengkap Dan Wilayah Penyebaran Agama Islam Di Nusantara Perbesar

N usanews.co – Dikutif dari Berbagai Sumber oleh Nusanews.co. Para wali yang mengislamkan tanah Jawa, dan awal runtuhnya kerajaan hindu dan budha, Salah satunya Majapahit.

Sejarah mencatat peran Wali Songo yang terdiri dari sembilan tokoh dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa.

Wali Songo yang berarti sembilan wakil ini menyebarkan ajaran Islam di daerah masing-masing dengan mendekatkan diri kepada masyarakat melalui strategi budaya, pernikahan, maupun pendidikan.

Setiap wali dipanggil dengan sebutan sunan, yang berasal dari kata susuhunan yaitu sebutan bagi orang yang dihormati.

Berikut adalah penjelasan mengenai wali songo, lengkap dengan nama, cara berdakwah, serta wilayah penyebarannya.

Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim dan dikenal juga dengan nama Syekh Magribi.

Sunan Gresik termasuk berasal dari Samarkand, Asia Tengah.

Ia menyandang gelar Sunan Gresik karena menyebarkan ajaran Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur.

Metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik adalah dengan mendekatkan diri pada masyarakat dengan mengajarkan cara cocok bercocok tanam, melalui pendidikan dengan membangun pesantren, serta membangun surau. Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 dan dimakamkan di Kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

 

Sunan Ampel

Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah, atau dikenal juga dengan nama Raden Rahmat.

Sunan Ampel merupakan anak dari putri raja Campa, yaitu sebuah kerajaan di Vietnam.

Ia juga memiliki hubungan darah dengan istri Prabu Brawijaya yang merupakan bibinya.

Sunan Ampel juga menjadi pendiri Kerajaan Demak, dengan Raden Patah sebagai rajanya.

Sunan Ampel menyebarkan agama Islam di Surabaya dan terkenal dengan ajaran “Moh Limo”.

Ajaran tersebut terdiri dari Moh Main (tidak berjudi), Moh Ngombe (tidak mabuk), Moh Maling (tidak mencuri), Moh Madat (tidak candu pada obat-obatan), dan Moh Madon (tidak berzina).

Gelar Sunan Ampel adalah Bapak Para Wali karena memiliki tujuh anak yang di antaranya adalah Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifuddin (Sunan Drajat). 

Sunan Ampel meninggal pada sekitar tahun 1467 Masehi dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel Surabaya.

 

Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama asli Muhammad Ainul Yaqin.

Beliau juga dikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro.

Ia merupakan putra mubaligh asal Asia Tengah Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu anak dari Menak Sembuyu.

Sunan Giri, lahir di blangbangan 1442 M.

Beliau anggota wali Songo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah kabupaten Gersik.

Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran Agama Islam di pulau Jawa yang pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Sebutan Sunan Giri didapatnya dari nama Pesantren Giri yang didirikan di perbukitan Sidomukti, Kebomas, Gresik.

Pesantren ini tersohor hingga Madura, Kalimantan, Sumba, Flores, Ternate, Maluku, dan Sulawesi.

Dalam perjalanannya, pesantren ini berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton.

Sunan giri juga dikenal dengan cara dakwah melalui seni dengan tembang Macapat, seperti Pucung dan Asmarandana.

Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dan dimakamkan di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas, Gresik.

 

Sunan Bonang

Sunan Bonang, dilahirkan pada tahun 1465 M di Rembang dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim.

Beliau adalah putra dari Sunan Ampel dan nyai Ageng Manila.

Sunan Bonang menyebarkan ajaran agama Islam melalui kesenian dengan melakukan akulturasi budaya mulai dari daerah Tuban, Rembang, Pulau Bawean, hingga Madura.

Peninggalan Sunan Bonang antara lain gamelan Jawa yang merupakan hasil modifikasi peninggalan budaya Hindu dengan menambah rebab dan bonang.

Sunan Bonang menggunakan gamelan memainkan lagu bernuansa Islam, yang salah satunya berjudul Tombo Ati.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, namun makamnya ada di dua tempat.

Yang pertama terletak di sebelah barat Masjid Agung Tuban dan yang kedua di Pulau Bawean.

 

Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan anak dari Sunan Ampel sekaligus adik dari Sunan Bonang yang memiliki nama Raden Syarifudin atau Raden Qasim.

Nama kecilnya adalah Raden Hasyim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifuddin.

Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 M.

Ia mendapat gelar dari Raden Patah dari Kerajaan Demak sebagai Sunan Mayang Madu.

Ia berdakwah dari daerah pesisir Gresik hingga berakhir di Lamongan.

Cara berdakwahnya termasuk dengan memanfaatkan media seni dengan suluk dan tembang pangkur.

Selain itu ada pula ajaran Catur Piwulang yang isinya ajakan untuk berbuat baik kepada sesama.

Sampai saat ini ajaran tersebut masih digunakan turun-temurun sebagai pedoman hidup.

Wafat Sunan Drajat pada tahun 1522 M dan makamnya berada di desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

 

Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Said adalah putra dari Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban.

Ia menjadi seorang wali setelah bertemu dengan Sunan Bonang yang menjadi guru spiritualnya.

Sunan Kalijaga, dikenal sebagai wali yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan selain menjadi ulama, ia juga menjadi penasehat keraton, seniman dan arsitek yang unggul.

Sunan Kalijaga mulai berdakwah di Cirebon, dan kemudian meluas hingga Pamanukan hingga Indramayu.

Sunan Kalijaga juga dikenal dengan cara dakwahnya yang menggunakan kearifan lokal termasuk kesenian melalui media wayang.

Sunan Kalijaga wafat pada tahun 1513 M dalam usia 131 tahun dan dimakamkan di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah

 

Sunan Muria

Sunan Muria yang memiliki nama asli Raden Umar Said juga dikenal sebagai Raden Parwoto.

Ia ikut berpartisipasi dalam berdirinya Kerajaan Demak bersama Raden Patah.

Ia adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.

Nama Sunan Muria diambil dari tempat ia tinggal di lereng Gunung Muria, sebelah utara Kudus.

Wilayah yang ia kunjungi untuk berdakwah meliputi Jepara, Tayu, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati.

Ia berdakwah dengan mengajarkan cara berdagang, bercocok tanam, dan melaut, serta melalui kesenian gamelan.

Dalam hal kesenian, Sunan Muria menciptakan Tembang Macapat, yakni Sinom dan Kinanti.

Sunan muria wafat pada tahun 1551 M dan lokasi makamnya berada di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

 

Sunan Kudus

Sunan Kudus memiliki nama asli Jaffar Shadiq atau Sayyid Ja’far Shadiq Asmatkhan, dan dikenal dengan panggilan Raden Undung.

Sunan Kudus, adalah ulama dan panglima perang Kesultanan Demak yg termasuk dalam anggota dewan wali Songo.

Ia adalah putra Sunan Ngudung dan Dewi Sari binti Ahmad Wilwatikta.

Sunan Kudus pernah berperan di Kerajaan Demak sebagai panglima perang, hakim, dan penasihat bagi Arya Penangsang.

Keunikan dakwah Sunan Kudus adalah dengan menggunakan sapi yang disebut Kebo Gumarang.

Sapi India itu ia letakkan di pekarangan rumah sehingga masyarakat yang mayoritas beragama Hindu tertarik mendatanginya.

Dengan cara toleransi dengan agama Islam untuk menyembelih sapi dan menggantinya dengan kerbau, Sunan Kudus berhasil membuat masyarakat mau mengikuti ajaran Islam.

Selain itu dalam hal seni, Sunan Kudus berdakwah dengan menciptakan Tembang Macapat, yakni Gending, Maskumambang dan Mijil.

Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1550 Masehi dan dimakamkan di lingkungan Menara Kudus.

 

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif hidayatullah merupakan pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.

Sunan Gunung jati, lahir dengan nama Hidayatullah atau lebih dikenal sebagai Sayyid Alkamil.

Ia dilahirkan tahun 1448 M dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin putra ali nurul alam (mesir) dan Nyai Rara Santang, putri Sri baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. 

Ia juga menjadi satu-satunya wali yang menjabat sebagai kepala pemerintahan.

Ia berasal dari Pasai, Aceh yang kemudian singgah di Jawa Barat sepulangnya dari Mekkah.

Sunan Gunung Jati melakukan pendekatan budaya untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.

Ia juga mendekati masyarakat dengan membangun berbagai infrastruktur di wilayah kepemimpinannya.

Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1968 M dan dimakamkan di puncak Bukit Sembung yang terletak di pinggiran kota Cirebon.

Menurut sejarah, tercatat ada 13 nama raja Majapahit yang memimpin takhta kerajaan, yaitu:

– Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)

– Kalagemet atau Sri Jayanagara (1309-1328)

– Sri Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)

– Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara (1350-1389)

– Wikramawardhana (1389-1429)

– Ratu Suhita atau Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)

– Kertawijaya atau Brawijaya (1447-1451)

– Rajasawardhana atau Brawijaya II (1451-1453)

– Purwawisesa atau Girishawardhana atau Brawijaya III (1456-1466)

– Bhre Pandansalas atau Suraprabhawa atau Brawijaya IV (1466-1468)

– Bhre Kertabumi atau Brawijaya V (1468-1478)

– Girindrawardhana atau Brawijaya VI (1478-1489)

– Patih Udara (1489-1527)

 

Sumber : Kajian Dan Sejarah Islam

Baca Lainnya

Merangkul Semua Kalangan, Hadirilah Risalah Cinta, Penggagas Kiyai Haji Sofiyallah Muhajir, Di Alun-alun Malingping

6 July 2025 - 11:21 WIB

KKM Kelompok 21 Universitas Primagraha Gelar Program CALISTUNG untuk Anak-Anak di Desa Pipitan

5 July 2025 - 16:35 WIB

SPBU 34-42210 Sodong dan Karyawan Bagikan 648 Botol Air Mineral di Momen Jumat Berkah

4 July 2025 - 13:08 WIB

Puisi Jalaludin Rumi “Cinta dalam Diam”

4 July 2025 - 11:22 WIB

CV. Falaha Dahril Diapresiasi Warga Kampung Sawit Dua, Desa Taman Sari

1 July 2025 - 06:17 WIB

PC IPNU IPPNU Pandeglang Gelar Turba Ke-4 di Kecamatan Cisata, Perkuat Sinergi Organisasi Pelajar NU

29 June 2025 - 19:49 WIB

Trending di Pendidikan