Menu

Mode Gelap
 

Putusan MK Bertentangan Dengan Undang-Undang Ini Kata Akademisi

- Nusakata

17 Oct 2023 15:45 WIB


					Putusan MK Bertentangan Dengan Undang-Undang Ini Kata Akademisi Perbesar

Penulis :  Ahmad  Khoirul Umam

 

1. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat Capres-Cawapres yang memperbolehkan mereka yang belum berusia 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah atau jabatan yang dipilih melalui mekanisme Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials), yang seolah menyediakan “karpet merah” bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres yang diperebutkan oleh Capres Prabowo Subianto dan Capres Ganjar Pranowo, masih berpotensi dianulir.

2. Putusan MK itu membuka celah pertentangan dengan Pasal 17 Ayat 3, 5, 6 dan 7 Undang-Undang No. 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan sebagai berikut:

A. Pasal 17 ayat 3 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.”.

B. Pasal 17 ayat 5 UU No. 48/ 2009: “Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara.”.

C. Pasal 17 ayat 6 UU No. 48/ 2009: “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

D. Pasal 17 ayat 7 UU No. 48/ 2009: “Perkara sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda”.

3. Jika merujuk pada Pasal 17 ayat 3 UU No.48/ 2009 tersebut di atas, keberadaan Ketua MK Anwar Usman selaku adek ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran Rakabuming Raka, menguatkan dugaan adanya konflik kepentingan (conflict of interests), yang bertentangan dengan spirit independensi kekuasaan kehakiman. Selain itu, perlu juga dicermati apa sebenarnya hubungan mahasiswa UNSA Almas Tsaqibbirru selaku penggugat yang mengaku sebagai pengagum Gibran. Jika Almas memiliki relasi kepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan Gibran, maka hal itu jelas berpotensi bertentangan dengan Pasal 14 ayat 5 UU No.48/ 2009.

4. Terlebih lagi, dalam Rapat Putusan Hakim (RPH) di MK kemarin, komposisi sikap hakim dalam pengambilan keputusan juga beragam dan tidak bulat, dimana terdapat 3 hakim yang setuju, 2 hakim dissenting opinion (DO), dan 2 hakim Concurring Opinion (CO) atau memiliki argumen berbeda tapi ikut saja bersetuju dengan keputusan mayoritas majelis hakim.

Artinya, tidak menutup kemungkinan 2 orang hakim yang bersikap Concurring Opinion (CO) itu berada di bawah tekanan, namun tidak berani bersikap menghadapi kekuatan besar yang menghantui netralitas dan independensi hakim. Hal itu juga dikonfirmasi oleh testimoni Hakim Konstitusi Saldi Isra yang mengakui banyak hal aneh dalam pengambilan keputusan di MK kemarin.

5. Merujuk pada Pasal 17 ayat 6 dan 7 UU No. 48/ 2009, jika benar terjadi konflik kepentingan atau bahkan ada dugaan tekanan politik yang merusak independensi dan netralitas hakim, maka putusan MK kemarin bisa dianulir, putusannya dinyatakan tidak sah, dan pihak-pihak yang diduga mengacaukan netralitas dan independensi hakim bisa dikenakan sanksi administratif atau bahkan dipidanakan. Selanjutnya, setelah dianulir, amar putusan bisa diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.

6. *Merujuk pada celah ketidakpastian dan lemahnya legitimasi putusan MK yang akan dilawan oleh gerakan masyarakat sipil (civil society) ini, maka para Capres baik Prabowo maupun Ganjar, sebaiknya tidak gegabah dan berhati-hati dengan berpikir matang sebelum mengambil keputusan untuk menentukan Gibran sebagai Cawapres mereka. Sebab, jika langkah politik itu sudah dilakukan, namun putusan MK kemudian digugat dan dianulir, maka hal itu akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk mendegradasi dan menghancurkan kredibilitas pencapresan mereka.*

7. Sedangkan waktu pendaftaran pasangan Capres-Cawapres sangat singkat dan segera ditutup. Sementara, jika para Capres salah langkah dan menentukan strategi, maka deklarasi pasangan Capres-Cawapres yang bisa teranulir akan memunculkan daya rusak yang signifikan menjelang Pilpres 2024 mendatang.

AHMAD KHOIRUL UMAM_Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina; Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC)

Baca Lainnya

Diduga Pembangunan Toilet SMPN 3 Picung Retak-Retak, Kata Somasi Kepada Jurnalis Muncul

1 July 2025 - 10:47 WIB

Bupati Lahat Lantik 2.126 Pegawai PPPK Formasi Tahun 2024

1 July 2025 - 06:01 WIB

HUT Bhayangkara ke-79, Polres Serang Jadi Sorotan Aktivis Mahasiswa Serang Timur

30 June 2025 - 05:34 WIB

PW IPNU Aceh Matangkan Persiapan LAKMUD & DIKLATTAMA 2025, Fokus Perkuat Kaderisasi dan Konsolidasi

29 June 2025 - 11:24 WIB

Tim Satresnarkoba Polres Dompu Grebek Pengedar Sabu di Cempi Jaya

29 June 2025 - 10:48 WIB

Pelantikan Perdana KOMISARIAT PERMAHI STAI Babunnajah: Wadah Baru Bagi Mahasiswa Hukum Pandeglang

29 June 2025 - 06:02 WIB

Trending di Life Style