NUSAKATA.COM – Polemik keberadaan karaoke ceria kian memanas. Setelah sebelumnya terungkap indikasi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga miliaran rupiah, kini muncul fakta baru yang lebih mengejutkan: adanya dugaan Eksploitasi terhadap remaja di bawah umur yang dijadikan Pemandu Lagu (PL).
Informasi ini terkuak setelah sejumlah sumber dari lapangan memberikan keterangan dan bukti kuat kepada Aliansi Pemuda Peduli Sosial Indonesia (APPSI). Beberapa remaja perempuan berusia di bawah 18 tahun disebutkan kerap di mobilisasi untuk melayani tamu dengan dalih pekerja magang atau karyawan lepas.
Ketua APPSI, Abdul Gopar, menegaskan bahwa temuan ini sudah masuk ranah tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan anak.
“Ini bukan sekadar pelanggaran izin usaha, tapi sudah mengarah pada tindak pidana berat. Eksploitasi remaja di bawah umur tidak bisa di tolerir. Kami mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan menutup dan memproses hukum pemilik karaoke ceria,” tegasnya. minggu, (24/8/2025).
Katanya, Praktik ini jelas melanggar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana usia minimal pekerja adalah 18 tahun.
Dijelaskannya, Bagi pengusaha atau perusahaan yang masih mempekerjakan anak di bawah umur, ancaman hukumnya sangat berat.
“Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pelanggaran tersebut bisa di kenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta,” jelasnya.
Tokoh masyarakat Kikim Area, H. Endang, ikut angkat bicara menanggapi persoalan ini. Ia menegaskan bahwa dugaan eksploitasi anak di bawah umur harus di proses serius, tidak hanya sebatas pencabutan izin usaha.
“Itu sudah jelas dasar hukumnya. dan kalau di telusuri lebih jauh. bagaimana sistem atau kontrak kerja mereka, Bagaimana pembayaran gaji, serta jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan apakah sudah sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku semua itu harus di periksa tuntas,” ujar H. Endang.
Selain meresahkan masyarakat, praktik ini juga di anggap memperburuk citra Kabupaten Lahat yang tengah gencar melakukan gerakan moral, termasuk tes urine pejabat dan kades.
“Jika benar terbukti. Maka kasus karaoke ceria tidak hanya soal manipulasi setoran (PAD), tetapi juga soal pelanggaran HAM dan moralitas publik,” Paparnya.
Wakil Bupati Lahat Widia Ningsih,S.H,M.H., sebelumnya sudah menyatakan kesiapan menutup tempat hiburan ini bila terbukti melanggar fakta baru, di perkirakan akan mempercepat langkah Pemkab bersama aparat kepolisian untuk melakukan penindakan tegas.
Masyarakat pun kini menunggu keberanian pemerintah daerah dan aparat hukum untuk menjawab keresahan publik. (ROBBY/Nusakata.com)