NUSAKATA.COM – Pengangkatan Asep Rahmat sebagai satu-satunya kandidat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pandeglang, mencerminkan lemahnya mentalitas para pejabat Eselon II di lingkungan Pemkab Pandeglang.
Situasi ini menjadi tamparan pahit bagi masyarakat, terutama di tengah keterpurukan Pandeglang yang semakin parah akibat tidak adanya semangat pengabdian (ruh jihad) di kalangan ASN. Para pejabat Eselon II terkesan bersikap pasif, lebih memilih menyelamatkan diri masing-masing daripada bersaing secara sehat, karena Asep Rahmat dianggap sebagai sosok yang dekat dengan Wakil Gubernur Banten dan Wakil Bupati Pandeglang.
Padahal, masih banyak figur lain yang lebih layak, berintegritas, dan bebas dari stigma negatif – termasuk para pejabat Eselon II yang merupakan lulusan sekolah kedinasan seperti STPDN. Oleh karena itu, keputusan Bupati Pandeglang mengusulkan AR sebagai Sekda definitif kepada Mendagri dinilai melanggar etika dan aturan perundang-undangan.
Sikap para pejabat yang memilih “aman” diduga dilatarbelakangi dua alasan. Pertama, keengganan untuk bertentangan dengan kepentingan Wakil Gubernur dan Wakil Bupati.
Kedua, adanya harapan untuk bekerja tanpa tekanan, terutama jika rencana Pemkab Pandeglang mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp1 triliun benar-benar direalisasikan. Pinjaman besar tersebut dikhawatirkan memunculkan kembali kasus lama terkait pinjaman Rp200 miliar antara Pemkab Pandeglang dan BJB.
Untuk itu, disarankan agar Bupati Pandeglang membatalkan rencana pengajuan pinjaman tersebut karena hanya akan menambah beban masyarakat. Akan lebih bijaksana jika Bupati dan Wakil Bupati (Dewi-Iing) fokus menciptakan inovasi yang solutif dan membangun, daripada melahirkan kebijakan yang kontraproduktif.
Bila keduanya merasa tak lagi mampu memimpin, maka sebaiknya mundur secara terhormat, daripada harus berhadapan dengan hukum di kemudian hari.
Penulis : Arif Wahyudin (Koordinator Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang)