Empat pulau yang dimaksud – yakni Pulau Mangkir Besar (Gadang), Pulau Mangkir Kecil (Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang – ditetapkan sebagai wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Keputusan tersebut menuai reaksi keras dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aceh. Ketua PKC PMII Aceh, Teuku Raysoel, menilai keputusan itu diambil secara tergesa-gesa dan tanpa koordinasi yang transparan dengan Pemerintah Aceh maupun masyarakat setempat.
“Kami mempertanyakan kepada Gubernur Aceh, atas dasar apa persetujuan itu dilakukan? Apakah karena kedekatan geografis semata, maka pulau-pulau itu bisa diklaim oleh Sumut? Atau hanya karena belum terverifikasi secara administratif oleh Aceh, lantas hak atas wilayah bisa diambil begitu saja?” tegas Raysoel dalam pernyataan tertulis, Rabu (12/6/2025).
Menurutnya, keputusan ini tidak hanya melemahkan posisi Aceh dalam pengelolaan wilayah, tetapi juga membawa dampak luas terhadap potensi ekonomi, sumber daya alam, dan identitas masyarakat Aceh Singkil.
PMII Aceh menilai Pemerintah Aceh, khususnya Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah, harus segera menyatakan sikap resmi dan menempuh langkah hukum.
“Jika Pemerintah Aceh diam, bukan tidak mungkin hal serupa akan terjadi di wilayah perbatasan lainnya. Ini preseden buruk bagi masa depan otonomi Aceh,” lanjutnya.
Raysoel juga menyoroti potensi kerugian Aceh dari sisi pajak daerah, akses terhadap sumber daya kelautan, serta hilangnya ruang administratif strategis. Sementara itu, Sumatera Utara justru akan memperoleh keuntungan dari perluasan wilayah dan potensi ekonomi.
“Kami mendesak agar Pemerintah Aceh menggugat keputusan ini ke PTUN atau minimal mendorong audit ulang dan verifikasi batas wilayah laut Aceh secara komprehensif,” tegasnya.
Sebagai informasi, konflik batas wilayah ini berakar pada ketidakaktifan Pemerintah Aceh dalam melakukan pemutakhiran data pulau. Sementara Sumut disebut telah lebih dahulu melakukan verifikasi keempat pulau tersebut dalam daftar resmi sejak tahun 2008–2009.
Di akhir pernyataannya, Raysoel menyerukan solidaritas seluruh kader PMII di Aceh untuk ikut mengawal isu ini.
“Pengabaian atas kedaulatan wilayah hari ini adalah warisan ketidakadilan yang akan kita rasakan bersama di masa depan,” pungkasnya. ***