NUSAKATA.COM – Ratusan warga Desa Banjar Sari, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, kembali memperjuangkan hak atas lahan yang diduga telah digarap oleh PT Bumi Gema Gempita (PT BGG).
Warga mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Lahat pada Rabu (11/06/25) untuk mengikuti mediasi resmi dengan pihak perusahaan.
Mediasi berlangsung di Ruang Oproom Pemkab Lahat dan dihadiri oleh perwakilan PT BGG, yakni Andi (Humas) dan La Ode Idris (Kepala Teknik Tambang).
Pemerintah daerah diwakili oleh Wakil Bupati Lahat, Widia Ningsih, S.H., M.H., serta perwakilan dari Dinas ESDM Provinsi Sumsel, BPN, Dinas Perizinan Terpadu, DLH, Perkim, Plt Kepala BPMDes, Camat Merapi Timur, dan Kepala Desa Banjar Sari.
Mediasi dipandu oleh Plh Sekda Lahat, Rudi Thamrin. Ia menyampaikan bahwa kasus ini sudah berulang kali dimediasi, namun hingga kini belum menemukan titik terang.
“Hari ini kami kembali memfasilitasi mediasi antara masyarakat Desa Banjar Sari dan PT BGG. Pemerintah daerah berkomitmen menengahi sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Rudi.
Kepala Desa Banjar Sari, Aldi, menegaskan bahwa sengketa lahan sudah berlangsung lama, dan sejak awal pihaknya merasa keberadaan PT BGG tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) untuk wilayah mereka.
“Kami sudah bersurat dari awal dan menyampaikan keberatan. Bahkan warga sempat menduduki lahan tambang selama tiga hari tiga malam. Kami minta kejelasan dari Dinas DLH, ESDM, dan BPN. Jangan tutup mata atas penderitaan warga,” ujarnya.
Plt Kepala BPMDes, Subhan Awali, menyatakan bahwa hingga kini belum ada batas peta desa yang definitif di Kabupaten Lahat.
Juansyah, perwakilan Dinas ESDM Provinsi Sumsel, menyampaikan bahwa Desa Banjar Sari tidak termasuk dalam wilayah IUP PT BGG. Hal ini diperkuat oleh data dari DLH Lahat.
“Wilayah IUP PT BGG mencakup Desa Muara Lawai, Tanjung Jambu, Prabu Menang, dan Gedung Agung. Hal ini sesuai dengan Surat Bupati Lahat Nomor 503/194/Kep/Pertamben/2010,” terang Siti Zaleha dari DLH.
Salah satu perwakilan masyarakat menyampaikan bahwa berdasarkan data tahun 2008, PT BGG masuk ke wilayah Desa Banjar Sari. Namun setelah itu, tidak ada komunikasi lanjutan hingga aktivitas eksplorasi dan eksploitasi dilakukan secara sepihak.
Wakil Bupati Lahat, Widia Ningsih, S.H., M.H., menegaskan bahwa pemerintah daerah akan berpihak pada rakyat jika terbukti terjadi pelanggaran.
“Kalau perusahaan tidak menyejahterakan masyarakat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, maka IUP-nya bisa dicabut. Jika tak tuntas, kami akan bawa masalah ini ke kementerian,” tegasnya.
Ia juga meminta PT BGG mengganti rugi lahan warga yang bersertifikat.
“Saya yakin lahan tersebut memang milik warga karena mereka sudah berjuang bertahun-tahun,” tambahnya.
Menanggapi hal itu, La Ode Idris selaku KTT PT BGG menjelaskan bahwa eksplorasi mereka sejak 2008 mencakup 1.800 hektare dan telah sesuai surat izin yang berlaku.
“Secara administratif IUP kami berada di Desa Muara Lawai, namun kepemilikan lahan bisa berasal dari desa lain. Jika kami keluar dari empat desa yang disebutkan, maka itu melanggar aturan,” pungkasnya.
(ROBBY)