NUSAKATA.COM— Dilansir dari laporan investigasi Bantenpos, lahan seluas 20 hektare di Desa Mogana, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, yang merupakan bagian dari program nasional “Penanaman 1 Juta Hektare Jagung” oleh Polda Banten, terbukti tidak ditanami secara optimal dan bahkan tidak produktif selama lebih dari empat bulan. Penanaman hanya dilakukan secara simbolis pada 21 Januari 2025, dan hingga kini tidak ada tindak lanjut nyata.
Kondisi ini menjadi cermin kegagalan implementasi program ketahanan pangan nasional yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mendukung swasembada pangan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pandeglang menilai bahwa proyek penanaman jagung oleh Polda Banten di Desa Mogana merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip akuntabilitas publik, serta potensi penyimpangan anggaran negara yang dikhawatirkan terjadi dalam program tersebut.
Pernyataan Dian Ardiansyah, Kabid PTKP HMI Cabang Pandeglang, “Kami melihat adanya pola lama yang terus diulang: proyek simbolik, laporan fiktif, tanpa hasil nyata. Ini adalah bentuk pembodohan publik dan pengabaian terhadap tanggung jawab konstitusional dalam menjaga ketahanan pangan rakyat.”
Dasar Hukum dan Argumentasi Konstitusional
1. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Artinya, penggunaan lahan oleh negara atau lembaga negara—termasuk Kepolisian—harus memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, bukan sekadar dijadikan proyek formalitas.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1 ayat (8), menegaskan bahwa setiap program pembangunan harus dilaksanakan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
3. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, mewajibkan badan publik untuk memberikan akses informasi yang jujur, benar, dan tidak menyesatkan kepada masyarakat.
4. Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020–2024, menyebutkan bahwa salah satu prioritas nasional adalah penguatan ketahanan pangan dengan dukungan teknologi, kelembagaan petani, dan transparansi distribusi bantuan.
HMI Cabang Pandeglang menuntut kepada seluruh pihak yang terlibat, baik institusi Kepolisian maupun Dinas Pertanian, untuk segera:
1. Membuka data secara transparan terkait realisasi program penanaman jagung di Desa Mogana, termasuk penggunaan bantuan bibit dari Kementerian Pertanian.
2. Menghentikan praktik manipulasi laporan panen, yang dilaporkan bertentangan dengan kondisi riil di lapangan. Dugaan klaim panen fiktif harus segera diusut.
3. Menindak dan mengevaluasi pejabat atau pihak ketiga yang tidak menyelesaikan kewajibannya kepada masyarakat, termasuk ‘Pak A’ yang disebut warga telah menghilang tanpa membayar upah pembukaan lahan.
4. Melakukan audit keuangan dan program secara menyeluruh terhadap program ketahanan pangan di Provinsi Banten, khususnya di Desa Mogana dan Desa Pasir Awi.
5. Menyerahkan lahan kepada kelompok tani lokal jika program yang dijanjikan oleh instansi negara tidak kunjung direalisasikan, demi keberlangsungan hidup petani.
Dalam waktu dekat, HMI Cabang Pandeglang akan melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk tekanan moral dan sosial terhadap institusi yang diduga lalai dalam menjalankan tugas dan amanat konstitusi.
“Kami mengajak seluruh kader HMI Cabang Pandeglang dan elemen masyarakat sipil untuk bersatu mengawal kasus ini. Jika perlu, kami akan mengadukannya ke Komnas HAM dan Ombudsman RI atas potensi pelanggaran hak atas informasi dan ketahanan pangan,” tegas Dian.
Gagalnya program jagung di Mogana adalah cerminan bobroknya tata kelola program publik jika tidak disertai pengawasan dan partisipasi masyarakat. HMI Cabang Pandeglang menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agen kontrol sosial akan terus mengawal program negara agar berjalan sesuai konstitusi dan demi kemaslahatan rakyat.