NUSAKATA.COM – Pemerintah Kabupaten Sumbawa melayangkan protes keras terhadap Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB terkait tidak akuratnya data dalam Dokumen Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) NTB 2025.
Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, MP, mengecam keras pengabaian terhadap potensi strategis wilayahnya dalam dokumen tersebut. Dilansir dari media NUANSANTB.COM. Rabu, (5/6/2025).
Dalam pernyataan yang disampaikan usai pelaksanaan Musrenbang Provinsi NTB pada Rabu, 4 Juni 2025, di Mataram, Bupati Jarot bahkan nyaris merobek dokumen di hadapan Gubernur NTB sebagai bentuk kekecewaan.
Ia menilai ketidak tercantumannya sektor pertambangan dan pertanian Sumbawa, serta penghilangan Program Sekolah Rakyat (SR) Presiden Prabowo dari daftar prioritas, sebagai bentuk pelecehan terhadap daerah yang ia pimpin.
“Jika kalian tidak revisi dokumen itu, hapus saja Sumbawa! Biar hanya 9 kabupaten/kota di NTB ini!,” tegas Bupati Jarot, seperti disampaikan oleh Anggota DPRD Sumbawa, Andi Rusni, SE., MM., yang turut hadir dalam forum tersebut.
Menurut Andi Rusni, Sumbawa telah menyiapkan lahan seluas 7 hektare di kawasan strategis Badas untuk mendukung program nasional Sekolah Rakyat.
Namun, dalam paparan Musrenbang, justru hanya Lombok Timur dan Lombok Barat yang disebutkan sebagai lokasi prioritas program tersebut.
“Ini bukan kesalahan biasa, melainkan bentuk pengabaian. Potensi tambang dan pertanian kami jelas, dan program SR sudah kami siapkan infrastrukturnya. Tetapi malah dihilangkan dari dokumen,” tegas Andi Rusni.
Ia menilai insiden ini mencerminkan lemahnya komunikasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten, serta kurangnya sensitivitas Bappeda NTB terhadap kondisi riil daerah.
“Ini harus segera diperbaiki. Jangan sampai rencana pembangunan provinsi justru melukai semangat partisipasi daerah,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur NTB maupun Kepala Bappeda NTB.
Namun, desakan revisi dokumen terus bergulir dari berbagai pihak di Kabupaten Sumbawa yang menilai persoalan ini bukan sekadar administratif, melainkan menyangkut keadilan pembangunan di wilayah NTB.