Menu

Mode Gelap
 

Provinsi Pulau Sumbawa: Antara Hak Konstitusional Daerah dan Kebijakan Sentralistik

- Nusakata

21 May 2025 09:17 WIB


					Foto : Doni Sanjaya, Mahasiswa Fakultas Hukum Unsa (ist) Perbesar

Foto : Doni Sanjaya, Mahasiswa Fakultas Hukum Unsa (ist)

NUSAKATA.COM – Wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa kembali mengemuka sebagai manifestasi dari keinginan masyarakat untuk memperjuangkan kemandirian, pemerataan pembangunan, dan pengakuan atas hak konstitusional daerah.

Namun, aspirasi ini kerap kali terbentur dengan realitas kebijakan yang masih bersifat sentralistik, di mana keputusan strategis terkait pemekaran wilayah lebih ditentukan oleh pertimbangan pusat ketimbang kebutuhan riil masyarakat daerah.

Secara konstitusional, Pasal 18 UUD 1945 memberikan ruang bagi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Artinya, daerah memiliki hak untuk memperjuangkan bentuk pemerintahan yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik lokalnya.

Pulau Sumbawa yang secara geografis, kultural, dan historis memiliki keunikan tersendiri, layak untuk memperoleh status provinsi demi mempercepat pembangunan dan pelayanan publik yang lebih merata.

Namun dalam praktiknya, kebijakan pemekaran wilayah sangat dikontrol ketat oleh pemerintah pusat melalui moratorium dan regulasi teknokratis.

Alih-alih memfasilitasi aspirasi daerah, kebijakan ini seringkali justru menjadi alat untuk meredam gerakan politik lokal. Pemerintah pusat beralasan bahwa pemekaran harus melalui kajian fiskal, tata kelola, dan kesiapan kelembagaan.

Namun, alasan ini sering kali menjadi tameng dari ketakutan akan fragmentasi politik dan pemborosan anggaran, tanpa melihat potensi besar yang bisa digali jika daerah diberikan ruang berkembang.

Pulau Sumbawa telah lama menyumbangkan kontribusi ekonomi dari sektor pertambangan, pariwisata, dan pertanian.

Namun, kontribusi itu tidak sebanding dengan alokasi pembangunan yang diterima. Infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan masih tertinggal dibandingkan wilayah barat NTB.

Kesenjangan ini menjadi argumen kuat mengapa Pulau Sumbawa memerlukan entitas provinsi tersendiri—agar kebijakan pembangunan bisa lebih tepat sasaran dan berorientasi pada kepentingan lokal.

Wacana Provinsi Pulau Sumbawa bukan semata-mata persoalan politik identitas, tetapi juga perlawanan terhadap ketimpangan struktural yang diabaikan oleh pendekatan sentralistik.

Sudah saatnya negara mengedepankan prinsip bottom-up policy—memberi ruang bagi aspirasi masyarakat lokal untuk turut menentukan nasibnya sendiri.

Jika negara benar-benar ingin mewujudkan keadilan sosial dan pembangunan inklusif, maka mendengarkan dan merespons aspirasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa bukan hanya keharusan administratif, tapi juga amanah konstitusional.

 

Oleh: Doni Sanjaya Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA)

Baca Lainnya

Refleksi HUT ke-80 RI: Sehat Mental, Wujud Merdeka yang Sesungguhnya

17 August 2025 - 07:21 WIB

Menurut Aktivis, Ada Beberapa Cara Bupati Jadi Lengser

16 August 2025 - 20:14 WIB

AMIRA Kabupaten Pandeglang Soroti Rangkap Jabatan Direktur BUMD PBM

2 August 2025 - 21:40 WIB

Sampah Diadupsi? Padahal Masih Banyak Masalah Yang Harus Diatasi

30 July 2025 - 15:28 WIB

Gunung Sampah dari Tangsel: Saatnya Pemda Pandeglang Berpikir Jernih, Bukan Sekadar Mengejar Cuan

29 July 2025 - 20:55 WIB

Wacana Impeachment Wapres Bapak Raka Buming Raka Bukan Jalan Demokrasi, Tapi Ancaman Stabilitas Negara

23 July 2025 - 14:58 WIB

Trending di Opini