NUSAKATA.COM – Umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan pada Rabu, 23 April 2025. Hari Raya Galungan diperingati setiap 210 (dua ratus sepuluh) hari sekali, tepatnya saat Rabu Kliwon Wuku Dungulan.
Menjelang pelaksanaan persembahyangan di Kota Bekasi, I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya, Wakil Ketua IX Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Bekasi mengungkapkan rangkaian Hari Raya Galungan telah berlangsung setidaknya sejak seminggu lalu.
Diawali pada Kamis pekan lalu, 17 April 2025 melaksanakan Sugian Jawa. Dalam kutipan lontar Sundarigama, Sugihan Jawa sebagai hari suci untuk melakukan “rerebu”.
“Rerebu bertujuan untuk menetralkan kekuatan negatif di alam semesta atau Bhuwana Agung dalam rangka menyongsong Hari Raya Galungan,” ujar Dewa.
Pada Jumat keesokan harinya, melaksanakan Sugian Bali. Dalam bahasa sansekerta, ‘Sugihan’ artinya membersihkan dan ‘Bali’ artinya kekuatan dalam diri. Oleh karenanya, Sugihan Bali dapat diartikan sebagai hari penyucian diri atau Bhuana Alit.
Selanjutnya pada Minggu Paing Dungulan, dilaksanakan “Penyekeban”, filosofinya adalah mengecilkan ego di dalam diri. Keesokan harinya, pada Senin Pon Dungulan disebut penyajaan, saja berarti sungguh-sungguh.
“Penyajaan sebagai ikrar diri, untuk bersungguh-sungguh mengatasi Sang Kala Tiga. Perwujudan dari keletehan atau adharma (angkara murka, loba, tamak, iri hati, dendam, nafsu duniawi yang tak terkendali, dan hal-hal lain yang bersifat negatif),” sambungnya.
Dewa yang merupakan akademisi di UBP Karawang menambahkan bahwa sehari menjelang Galungan, pada Selasa Wage Dungulan dinamakan Penampahan. Umat Hindu biasa menyembelih hewan yang dagingnya akan digunakan saat ritual keesokan harinya.
“Aktivitas penampahan ini secara filosofis dititikberatkan sebagai upaya untuk membasmi sifat-sifat hewani dalam diri manusia, sehingga perayaan Galungan keesokan harinya bisa terbebas dari sifat hewani tersebut,” jelasnya.
Sosok Dewa yang juga mengemban amanah sebagai Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Kemendikdasmen ini menyebut puncak Hari Raya Galungan sebagai momentum kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan).
“Saya kutip salah satu Sloka dari Kakawin Ramayana, adharma atau keburukan yang pertama kali harus dikalahkan adalah yang ada di dalam diri sendiri,” tegasnya hipnoterapis profesional tersebut.
Instruktur Hipnoterapi di Indonesian Hypnosis Centre (IHC) ini pun mengungkap belenggu emosi negatif dalam bahasa sederhananya disebut “luka batin”. Ia memaparkan bahwa melepaskan belenggu tersebut tidak cukup secara pikiran sadar, namun perlu melibatkan pikiran bawah sadar.
Berbagai luka batin atau adharma, termasuk kekecewaan, kekesalan, kemarahan dan bahkan dalam wujudnya yang lebih dahsyat yaitu kebencian. Menuntaskan luka bathin yang ada dalam bawah sadar, yang menguasai 88 persen dari kehidupan.
“Momentum Hari Raya Galungan untuk pemaafan yang melibatkan pikiran bawah sadar guna menapaki gerbang ketenangan, keselamatan, dan kerahayuan,” pungkasnya.