NUSAKATA.COM – Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik dan Politik, Kamaludin, S.E berpandangan bahwa, Dugaan korupsi proyek Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) yang merugikan rakyat Banten hingga miliaran rupiah. Katanya, (17/03/2025).
Sambung Kamaludin menyampaikan, Bukti nyata bahwa birokrasi di Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Banten bukan hanya gagal total, tetapi juga telah berubah menjadi sarang para tikus berdasi.
“Bagaimana mungkin sejak 2018 hingga 2024, proyek ini terus menyedot anggaran, tetapi tidak memberikan manfaat sedikit pun bagi masyarakat? Inilah pola korupsi klasik: bakar uang rakyat tanpa hasil, hanya untuk memperkaya segelintir pejabat dan oknum panitia anggaran baik ekskutif maupun legislatif,” Katanya.
Ia mengakatan, Kepala Dishub Banten, Tri Nurtopo, tak bisa lagi bersembunyi di balik alasan birokrasi atau hambatan teknis.
Fakta-fakta yang terungkap begitu terang-benderang! Dua unit bus yang tak beroperasi, halte yang dibangun di sepanjang titik project SAUM dari tahun ke tahun tanpa operasional yang jelas, anggaran jasa konsultasi yang terus dikucurkan tanpa ada hasil nyata semua ini adalah skandal korupsi yang dipelihara dengan sadar dan sistematis!
“Jika Tri Nurtopo tidak bisa memberikan jawaban yang jelas, maka ia layak dicopot dan diseret ke meja hijau,” Jelasnya.
Bagaimana mungkin proyek dengan anggaran Rp 16,5 miliar lebih tidak memberikan dampak sama sekali bagi masyarakat? Bagaimana bisa halte dan bus yang diadakan dengan uang rakyat malah menjadi monumen kegagalan Dishub dan DPRD? Ini bukan hanya pemborosan, tapi perampokan terang-terangan! Jika proyek ini terus berjalan dengan modus yang sama, maka jelas ada sindikat yang terus bermain dan menikmati hasil korupsi ini.
Ia Menegaskan, Selain proyek SAUM, indikasi keterlibatan oknum anggota DPRD dalam proyek lain di Dishub Banten juga perlu ditelusuri, khususnya pada program seperti Area Traffic Control System (ATCS), proyek Penerangan Jalan Umum (PJU), serta proyek marka jalan yang nilainya milyaran rupiah dan berkaitan dengan Pokir DPRD.
“Jika memang ada pola yang sama dalam mekanisme anggaran dan pelaksanaannya, maka tidak menutup kemungkinan bahwa proyek-proyek lain di lingkungan Dishub Banten juga terindikasi sebagai lahan korupsi,” Tuturnya.
Oleh karena itu, langkah yang diperlukan adalah audit menyeluruh terhadap seluruh program yang bersumber dari APBD, serta tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan wewenang ini.
Lebih ironisnya lagi, ada indikasi kuat keterlibatan oknum anggota DPRD Banten dalam skema kolusi ini.
Pokok Pikiran (Pokir) yang seharusnya menjadi solusi bagi rakyat malah disalahgunakan untuk memainkan proyek-proyek untuk kepentingannya.
Dugaan permainan dalam penunjukan pihak ketiga, manipulasi anggaran, hingga bancakan uang rakyat semakin membuktikan bahwa anggota dewan yang seharusnya menjadi wakil rakyat malah menjadi bagian yang menggerogoti uang rakyat!
“Jika Aparat Penegak Hukum (APH) di Banten dan KPK diam saja, maka institusi ini patut dipertanyakan kiprahnya dalam hal penegakkan hukum terhadap kasus-kasus korupsi di Banten,” Ungkapnya.
Tidak ada lagi toleransi! Aparat Penegak Hukum di Banten dan KPK harus segera mengusut tuntas kasus ini! Panggil dan periksa Tri Nurtopo, bongkar aliran dana proyek ini, dan seret semua pelaku ke meja hijau tanpa pandang bulu.
“Jika Gubernur Banten Andra Soni masih membiarkan orang seperti Tri Nurtopo bercokol di jabatan strategis, maka patut dipertanyakan apakah ada kongkalikong antara mereka? Jangan sampai Gubernur melakukan pembiaran bancakan anggaran ini dengan mendudukan pejabat bermasalah tetap duduk di kursi kekuasaan,” Ungkapnya kembali.
Dan harus diingat, bahwa dana yang dititipkan oleh anggota DPRD Banten bukan hanya di Dishub Banten saja, tapi hampir di setiap OPD melalui Pokok –Pokok Pikiran (Pokir) dan mendominasi APBD Banten, yang patut dipertanyakan adalah, begitu gamblangnya tunjuk menunjuk pihak ketiga dalam pelaksanaan kegiatan, begitu terkomunikasinya nilai komisi-komisi yang disebutkan, begitu terkoreksinya bin pokir atas pekerjaan atau program di dinas-dinas tersebut.
“Apakah sudah begitu rusaknya tatanan Negara dan hukum di negeri ini, apakah sudah begitu akrabnya lingkaran kolusi, korupsi dan nepotisme bercokol di negeri ini,” Tutup Kamal.