NUSAKATA.COM – Pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam upaya penanganan narkotika menjadi salah satu poin yang dibahas dalam revisi Undang-Undang TNI.
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menjelaskan bahwa keterlibatan TNI dalam isu narkotika merupakan bagian dari tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Menurutnya, ketentuan ini nantinya akan diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres). Hal itu ia sampaikan dalam rapat panitia kerja (panja) RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Hasanuddin menegaskan bahwa peran TNI dalam penanganan narkotika hanya bersifat membantu pemerintah, bukan sebagai aparat penegak hukum. Usulan ini tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) butir ke-17 dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI, yang mengatur bahwa TNI dapat mendukung pemerintah dalam menangani penyalahgunaan narkotika, prekursor, serta zat adiktif lainnya.
Ketentuan ini sebelumnya tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Usulan tersebut muncul akibat kekhawatiran terhadap tingginya angka penyalahgunaan narkotika di Indonesia, yang telah mencapai 3,6 juta jiwa. Kondisi ini juga menyebabkan lembaga pemasyarakatan mengalami kelebihan kapasitas.
Bahkan, dalam rapat terbatas tahun 2023, mantan Presiden Joko Widodo mengusulkan agar fasilitas resimen induk daerah militer (Rindam) dapat dimanfaatkan sebagai pusat rehabilitasi bagi pengguna narkotika.
Namun, usulan ini menuai kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil. Dalam siaran pers pada Minggu, 16 Maret 2025, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan bahwa revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI.
“Kami menilai revisi UU TNI ini tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI, yang seharusnya menempatkan TNI sebagai tentara profesional yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara, sesuai dengan amanat konstitusi dan prinsip demokrasi,” demikian pernyataan resmi YLBHI.