NUSAKATA.COM – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Serang dengan tegas mengkritisi permintaan anggaran Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang. Jumat (28/2/2025).
Besarnya anggaran yang mencapai Rp45 miliar dinilai tidak rasional, terutama di tengah kondisi keuangan daerah yang seharusnya digunakan dengan prinsip efisiensi dan transparansi.
Ketua Umum PC PMII Kabupaten Serang, Nurhidayat, menyatakan bahwa PSU memang membutuhkan biaya tambahan, namun angka yang diajukan KPU Kabupaten Serang terkesan berlebihan dan perlu ditinjau ulang.
Ia menegaskan bahwa anggaran sebesar itu harus disertai dengan penjelasan rinci dan transparan kepada publik untuk memastikan tidak ada indikasi pemborosan atau bahkan penyalahgunaan dana.
“Kami mempertanyakan bagaimana perhitungan KPU Kabupaten Serang sehingga muncul angka Rp45 miliar untuk PSU. Apakah anggaran ini benar-benar sudah dihitung dengan efisien, atau justru ada pos-pos yang seharusnya bisa ditekan? Jika sisa anggaran Pilkada sebelumnya hanya Rp8,6 miliar, bagaimana mungkin kebutuhan PSU yang cakupannya lebih kecil bisa membengkak hingga Rp45 miliar?” ujar Nurhidayat dengan nada kritis.
Pernyataan ini muncul setelah Sekretaris KPU Kabupaten Serang, Ade Wahyu Margono, mengungkapkan bahwa pihaknya masih dalam tahap pembahasan terkait total anggaran yang diperlukan. Ia menyebut bahwa honorarium petugas adhoc saja sudah mencapai Rp22,8 miliar.
“Belum nanti kita bahas, honor adhoc saja Rp22,8 miliar,” ujar Ade Wahyu Margono pada Rabu (26/2/2025).
Lebih lanjut, Ade menyampaikan bahwa total kebutuhan dana diperkirakan mencapai Rp45 miliar, dengan sisa anggaran Pilkada sebelumnya hanya Rp8,6 miliar. Hal ini berarti pemerintah daerah harus menutupi kekurangannya yang cukup besar.
“Capai 45 M-an, sisa anggaran atau Silva Pilkada kemarin 8,6 M-an sehingga Pemda tinggal memenuhi kekurangannya saja,” jelasnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, PC PMII Kabupaten Serang menekankan bahwa penggunaan anggaran sebesar itu harus dikaji dengan cermat dan terbuka.
Menurut mereka, meskipun honorarium petugas adhoc merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari, namun pos anggaran lainnya harus ditelaah lebih dalam untuk memastikan tidak ada pemborosan yang tidak perlu.
“Kalau honorarium petugas adhoc memang bagian yang sudah semestinya ada, tapi bagaimana dengan komponen lainnya? Apakah ada kemungkinan untuk memangkas biaya di sektor-sektor lain tanpa mengurangi kualitas penyelenggaraan PSU? Jangan sampai ada pemborosan yang justru membebani keuangan daerah,” lanjut Nurhidayat.
PC PMII Kabupaten Serang juga mengingatkan bahwa pemerintah daerah seharusnya tidak begitu saja menyetujui permintaan anggaran tanpa kajian yang matang.
Mereka menuntut agar KPU Kabupaten Serang merinci pos-pos anggaran dengan jelas kepada publik, sehingga masyarakat dapat turut mengawasi penggunaannya.
“Pemerintah Kabupaten Serang jangan asal menyetujui anggaran tanpa kajian yang komprehensif. KPU wajib membuka perhitungan anggaran secara transparan agar masyarakat tahu uang rakyat ini digunakan dengan benar. Kami tidak ingin PSU ini justru menjadi ladang pemborosan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,” tegas Nurhidayat.
Selain itu, PC PMII Kabupaten Serang menyoroti bahwa kondisi keuangan daerah seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam menentukan besaran anggaran PSU.
Mereka menilai bahwa di tengah kebutuhan anggaran untuk sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur, pengeluaran sebesar Rp45 miliar untuk PSU harus dikaji ulang dengan pendekatan yang lebih efisien.
“Kami ingin demokrasi yang bersih dan berkualitas, tetapi juga ingin anggaran digunakan secara bertanggung jawab. Jangan sampai kepentingan rakyat dikorbankan hanya karena perencanaan yang tidak matang dan pemborosan anggaran yang tidak perlu,” pungkas Nurhidayat.
Dengan sikap tegas ini, PC PMII Kabupaten Serang berkomitmen untuk terus mengawal transparansi dan efisiensi dalam penggunaan anggaran PSU.
Mereka juga mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi proses ini agar dana yang digunakan benar-benar bermanfaat dan tidak disalahgunakan.