NUSAKATA.COM – Muhamad Marjuki Selaku ketua DEMA U (Presma) UIN SMH Banten mengemukakan ke khawatirannya terkait kondisi pendidikan di Indonesia. Senin, (17/3/2025).
Sektor pendidikan menjadi wilayah yang terkena imbas dampak daripada efisiensi anggaran yang di lakukan oleh pemerintah. Hal ini merujuk pada intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025 pada 24 Januari 2025.
Sehingga, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) terdampak efisiensi mencapai Rp14,3 triliun dari pagu awal Rp56,6 triliun, sedangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkena efisiensi dari Rp33,5 triliun menjadi Rp26,2 triliun.
Pemotongan anggaran ini sudah jelas menuai kritik yang sangat intens. Karna pada dasarnya sektor pendidikan adalah pilar penting dalam mencerdaskan bangsa, justru akan sangat terganggu dengan adanya persoalan efisiensi ini.
Melihat daripada program kerja Pak Presiden, pendidikan dan kesehatan menjadi program penunjang. Itu artinya secara garis besar kondisi pendidikan hari ini bukanlah posisi yang di utamakan, seharusnya pemerintah memperhatikan bahwa dengan tidak dilakukan efisiensi pun kondisi pendidikan di Indonesia masih relatif rendah ketika diliat dari capaian pendidikan.
Dengan demikian, ini akan menjadi persoalan fundamental terhadap pembangunan dan produktifitas juga dalam pertumbuhan ekonomi.
Hal ini akan dirasakan oleh Perguruan tinggi, dimana sudah dapat kita analisis bersama biaya pendidikan di perguruan tinggi akan melonjak naik. Lagi dan lagi mahasiswa harus membayar UKT dengan nominal yang diluar kemampuan karena keterbatasan dalam ekonomi.
Jelas hal ini akan menjadi dilematis tersendiri dan akan banyak mahasiswa yang terkendala dalam menuntut ilmunya bahkan bisa berhenti karena hal ini.
Padahal sudah jelas bahwa anggaran pendidikan sudah termaktub pada Pasal 31 UUD 1945 Amandemen IV memberi mandat pada pemerintah untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Begitupun dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mewajibkan negara untuk mengalokasikan setidaknya 20% dari APBN untuk sektor pendidikan.
Jika diliat daripada akal sehat, sudah jelas pemerintah dengan terang-terangan menghianati mandat konstitusi yang ada. Karna dari persoalan ini banyak sekali menimbulkan persoalan yang mengancam keberlangsungan sektor pendidikan di Indonesia.
Ironisnya, dampak dari efisiensi ini Perguruan tinggi mengalami pemangkasan anggaran paling besar yakni 50% dari anggaran awal. Dengan demikian bagaimana nasib generasi bangsa yang sedang menempuh pendidikan ini?. Jelas ini akan berdampak kepada kualitas pendidikan di Indonesia semakin menurun dan angka putus kuliah semakin besar serta penggunaan fasilitas kampus akan semakin dibatasi.
Saya harap semua elemen-elemen yang merasa resah akan kebijakan ini bisa bersatu dalam memperjuangkan kembali sektor pendidikan karna sudah menjadi pilar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penulis : M. Marzuki