NUSAKATA.COM – Perguruan Islam Mathla’ul Anwar Linahdlatil Ulama (MALNU) awalnya bernama Mathla’ul Anwar, didirikan di Menes pada tahun 1335 H (1916 M). Lembaga ini didirikan oleh para ulama, di antaranya KH. Abdurrahman Bin Jamal, KH. E. Muhammad Yasin, KH. Tb. Soleh Kananga, dan KH. Arsyad Tegal-Menes.
Pada tahun 1926, Mathla’ul Anwar mengalami perubahan nama menjadi Mathla’ul Anwar Linahdlatil Ulama (MALNU) sesuai kesepakatan para murid Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, yang juga turut serta dalam pendirian Nahdlatul Ulama (NU) di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari.
Sistem Pendidikan
Awalnya, sistem pendidikan di MALNU menggunakan metode klasik dengan tingkatan dari kelas 1 hingga 7 berdasarkan kurikulum pendidikan ulama salaf. Kemudian, pada tahun 1968, sistem ini disempurnakan menjadi jenjang formal yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Legalitas dan Perkembangan
Pada 7 Juli 1972, Yayasan Perguruan Islam MALNU resmi didirikan di Menes, Pandeglang-Banten, dan dikukuhkan melalui akta notaris. Pada tahun 1989, MALNU bertransformasi menjadi boarding school, menggabungkan sistem pendidikan salafiyah dan modern.
Respon Masyarakat dan Tantangan
Seiring waktu, MALNU semakin berkembang dan mendapat dukungan luas dari masyarakat yang mencintai pendidikan Islam. Pada tahun ajaran 2020/2021, jumlah peserta didik Madrasah Aliyah MALNU Pusat Menes mencapai 918 siswa, meskipun kapasitas asrama hanya mampu menampung 300 siswa. Untuk memenuhi kepercayaan masyarakat, MALNU terus meningkatkan kualitas pendidikan, mengombinasikan kurikulum salafiyah dan modern, serta menerapkan kurikulum nasional.
Peran dalam Penyebaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
MALNU memiliki peran besar dalam menyebarkan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di Banten. Paham ini berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas, serta mengikuti mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali dalam fiqih. Dalam akidah, paham ini mengikuti Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, serta dalam tasawuf mengikuti Junaid Al-Baghdadi dan Imam Ghazali.
Konsep utama Aswaja yang dianut oleh NU dan MALNU meliputi:
Tawasuth (moderat): Tidak ekstrem dalam beragama.
Tasamuh (toleran): Menerima perbedaan dalam masyarakat.
Tawazun (seimbang): Menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Perubahan Nama dan Hubungan dengan NU
Pada tahun 1926, NU berdiri dan para pendiri Mathla’ul Anwar, yang merupakan murid Syekh Nawawi, turut berperan dalam pembentukannya. Sebagai bentuk komitmen terhadap NU, Mathla’ul Anwar ditambahkan nama “Linahdlatil Ulama”, menjadi MALNU.
Pada tahun 1938, Menes menjadi tuan rumah Muktamar NU ke-13, yang menghasilkan keputusan penting, salah satunya bahwa bergabung dengan NU hukumnya wajib.
Namun, pada 1953, setelah Muktamar NU di Palembang yang memutuskan NU keluar dari Masyumi, terjadi perpecahan di Mathla’ul Anwar. Sebagian pihak yang mendukung Masyumi tetap menggunakan nama Mathla’ul Anwar (MA), sementara yang berpegang teguh pada NU menggunakan nama MALNU.
Dinamika Politik dan Tantangan di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1958, MA berubah menjadi organisasi massa (Ormas), bukan hanya lembaga pendidikan. Sementara itu, MALNU tetap berfokus pada pendidikan dengan mempertahankan hubungan erat dengan NU.
Pada masa Orde Baru, MA mendapatkan dukungan dari Golkar, sementara MALNU yang berafiliasi dengan NU menghadapi banyak tekanan politik. Bahkan, KH. Ma’ani Rusydi, tokoh utama MALNU, dipenjara dengan tuduhan yang diduga bermuatan politis.
Banyak cabang MALNU yang mengalami penurunan atau ditutup, terutama di daerah seperti Lampung dan Karawang, karena minimnya dukungan pemerintah. Namun, berkat konsistensi dan perjuangan para ulama, MALNU tetap bertahan dan terus berkembang hingga saat ini.
MALNU Saat Ini
Kini, MALNU berkembang pesat dengan lebih dari 10.000 siswa di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan SMA.
Sebagai satu-satunya lembaga pendidikan di Banten yang masih mempertahankan “Linahdlatil Ulama” dalam namanya, MALNU tetap teguh pada prinsip pendidikan Islam Aswaja, sekaligus terus berinovasi dalam sistem pendidikan modern.
Kesimpulan
MALNU adalah lembaga pendidikan, bukan Ormas, yang sejak awal berdiri berkomitmen menyebarkan Islam Aswaja dan mempertahankan hubungan erat dengan NU.
Meski menghadapi berbagai tantangan politik dan tekanan di masa lalu, MALNU tetap berkembang dan menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam terbesar di Banten.