Nusakata.com – Dalam era kompetisi akademik yang semakin ketat, banyak orangtua yang memiliki harapan tinggi terhadap prestasi akademik anak-anak mereka.
Harapan ini sering kali disertai dengan tekanan akademik yang intens, yang bertujuan agar anak dapat mencapai kesuksesan di masa depan. Namun, ada sisi gelap dari tekanan ini yang seringkali diabaikan, dampak negatifnya terhadap kesehatan mental mahasiswa.
Tekanan akademik dari orangtua dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk harapan untuk mendapatkan nilai tinggi, masuk universitas terkemuka, dan mengejar karir yang prestisius.
Mahasiswa yang merasa tertekan oleh harapan ini sering kali mengalami stres yang berlebihan. Mereka merasa harus memenuhi standar tinggi yang telah ditetapkan oleh orangtua, yang jika tidak tercapai, dapat menimbulkan perasaan bersalah dan kekecewaan.
Penelitian menunjukkan bahwa, tekanan akademik yang berlebihan dapat memicu berbagai gejala kesehatan mental, seperti stres, gangguan kecemasan, dan depresi.
Mahasiswa yang mengalami tekanan ini sering kali mengalami gejala fisik seperti sakit kepala, gangguan tidur, dan masalah pencernaan. Secara emosional, mereka dapat merasa cemas, tegang, dan tidak mampu menikmati kegiatan sehari-hari. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menurunkan kualitas hidup dan kinerja akademik mereka.
Tekanan akademik yang terus-menerus juga dapat merusak hubungan sosial mahasiswa. Mereka mungkin merasa terisolasi dan kurang mendapat dukungan dari teman-temannya, karena waktu dan energi mereka terkuras untuk memenuhi tuntutan akademik.
Selain itu, tekanan dari orangtua bisa membuat mahasiswa merasa sulit untuk berbicara secara terbuka tentang perasaan dan masalah mereka, yang pada akhirnya memperburuk kondisi mental mereka.
Penting bagi orangtua untuk memahami bahwa keseimbangan antara akademik dan kesehatan mental adalah kunci kesuksesan jangka panjang anak mereka. Alih-alih memberi tekanan yang berlebihan, orangtua sebaiknya memberikan dukungan emosional dan motivasi yang sehat.
Mendorong anak untuk mengembangkan minat di luar akademik, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial, dapat membantu mereka mengelola stres dan menemukan kebahagiaan dalam berbagai aspek kehidupan.
Mahasiswa yang merasa tertekan oleh harapan akademik orangtua harus mencari bantuan. Berbicara dengan konselor akademik atau psikolog dapat membantu mereka menemukan strategi untuk mengelola stres dan tekanan.
Selain itu, penting bagi mereka untuk menjaga kesehatan fisik melalui olahraga, pola makan sehat, dan tidur yang cukup. Membangun jaringan dukungan sosial dengan teman-teman dan keluarga juga bisa menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
Tekanan akademik dari orangtua dapat berdampak serius pada kesehatan mental mahasiswa.
Dengan memahami dan mengatasi tekanan ini, baik orangtua maupun mahasiswa dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan secara menyeluruh. Dalam jangka panjang, keseimbangan antara akademik dan kesehatan mental adalah fondasi yang kuat untuk kesuksesan dan kebahagiaan. Mari kita berkomitmen untuk mendukung mahasiswa dalam perjalanan mereka menuju masa depan yang cerah dan sehat.
Penulis : Susanti Mahasiswa dari Sumbawa