NUSAKATA.COM – Menuju 100 hari kepemimpinan Bupati Serang Ratu Rachmatuzakiyah berjalan. Seratus hari yang bukan sekadar hitungan waktu, melainkan awal dari ekspektasi panjang masyarakat terhadap perubahan wajah birokrasi, tata kelola pemerintahan, serta hadirnya rasa keadilan pembangunan di Kabupaten Serang.
Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Serang, melalui Ketua Umum Nurhidayat, memberikan apresiasi atas sejumlah langkah berani yang telah dilakukan pemerintah daerah di bawah komando Ratu Rachmatuzakiyah.
Mulai dari penataan sistem pelayanan publik, pembongkaran pola lama rekrutmen aparatur, hingga penanganan sejumlah aduan masyarakat yang selama ini stagnan di meja birokrasi.
“Kami memandang, 100 hari ini tidak kosong. Ada tanda-tanda keberanian dan arah perubahan. Tetapi kami juga tidak ingin terjebak dalam romantisme seratus hari. Sebab urusan rakyat tidak bisa selesai hanya dengan semangat gebrakan, ia butuh konsistensi dan keberpihakan,” ujar Nurhidayat.
PMII Kabupaten Serang mencatat bahwa Bupati telah menunjukkan inisiatif strategis dalam:
– Memutus praktik percaloan dalam layanan administrasi publik.
– Penataan struktur internal dan reposisi jabatan yang sebelumnya cenderung stagnan dan sarat kepentingan politis.
– Respons cepat terhadap aduan masyarakat, khususnya melalui kanal digital dan kunjungan langsung ke wilayah.
– Pembukaan ruang dialog bersama komunitas dan organisasi pemuda, yang menandakan kesediaan mendengar dan belajar dari lapangan.
Langkah-langkah ini, menurut PMII Kabupaten Serang, patut dijaga dan dikawal agar tidak menjadi pencitraan jangka pendek, melainkan pijakan bagi reformasi birokrasi jangka panjang.
Meski demikian, PMII Kabupaten Serang tidak menutup mata terhadap sejumlah tantangan yang belum teratasi. Dalam kacamata organisasi, ada titik-titik krusial yang masih terlihat samar dalam kerja 100 hari ini:
– Pemerataan pembangunan desa-kota yang belum terstruktur jelas,
– Akses pendidikan dan layanan kesehatan dasar yang masih timpang di daerah pelosok,
– Belum adanya blue print jangka menengah soal penanganan pengangguran dan pemberdayaan ekonomi lokal,
– Minimnya keterlibatan pemuda dan perempuan desa dalam musrenbang atau ruang-ruang pengambilan keputusan,
– Kurangnya transparansi terhadap anggaran pembangunan dan distribusi program unggulan, yang sejauh ini belum tersedia secara terbuka untuk publik.
“Serang bukan hanya milik pusat kota. Cikeusal, Tanara, Pontang, dan Tunjung Teja juga punya hak yang sama untuk disentuh pembangunan. Jangan sampai perubahan hanya terasa di alun-alun, tapi tak sampai ke warung kopi di pelosok,” kata Nurhidayat.
PMII Kabupaten Serang melihat, Bupati Rachmatuzakiyah membawa gaya kepemimpinan yang komunikatif dan terbuka. Namun, dalam praktiknya, romantisme gaya kepemimpinan ini harus dibarengi dengan rasionalitas dalam eksekusi kebijakan.
Gaya ‘turun langsung ke bawah’ memang efektif menyentuh simpati publik, tapi tetap diperlukan sistem dan mekanisme yang mampu mengawal agar kebijakan tak berhenti di tataran simbolik.
“Kita butuh pemimpin yang mendengar, tapi juga yang mengikatkan keputusan pada data dan kebutuhan riil masyarakat. Kita suka dengan Bupati yang dekat, tapi lebih suka dengan Bupati yang adil dan tegas pada ketimpangan,” ujar Nurhidayat.
PC PMII Kabupaten Serang juga mengingatkan, bahwa panggung 100 hari jangan sampai menjadi ruang euforia yang membuat pemerintah kehilangan orientasi jangka panjang. Karena sesungguhnya, urusan publik bukan tentang gebrakan awal, tetapi keberlanjutan dan keberpihakan yang konsisten.
“Masyarakat tidak menuntut pemerintah yang sempurna. Tapi rakyat berhak atas pemerintah yang jujur, terbuka, dan tidak lelah belajar. Kami di PMII akan terus menjadi mitra kritis: memberi pujian saat layak, dan memberi peringatan saat perlu. Sebab cinta pada tanah air, tak boleh membuat kita diam ketika rakyat kecil dilupakan,” tutup Nurhidayat. ***